DENPASAR, KOMPAS.com - Parade ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 mulai menghiasi setiap desa di Kota Denpasar.
Salah satu ogoh-ogoh yang menjadi pusat perhatian warga Denpasar adalah ogoh-ogoh milik ST Tunas Muda, Banjar Dukuh Mertajati Sidakarya, Denpasar.
Ogoh-ogoh yang mengambil judul atau tema Gerubuk yang memiliki arti kekacauan dalam situasi Pandemi Covid-19 itu bahkan menjadi ogoh-ogoh terbaik di Denpasar.
"Kita dinobatkan sebagai yang terbaik, tentu senang dan memotivasi kami untuk membuat yang lebih baik tahun depan," kata arsitektur Ogoh-ogoh ST Tunas Muda Banjar Dukuh Mertajati, Pageh Wedhanta saat ditemui di Denpasar, Senin (28/2/2022).
Wedhanta mengatakan, sesuai dengan tema Gerubuk yang diangkat pada pembuatan ogoh-ogoh tersebut, pihaknya ingin menyampaikan keresahan yang dialami warga desa selama pandemi Covid-19.
Keresahan itu terkait dengan pandemi Covid-19 yang sudah terjadi sejak 2020. Bersama anak-anak muda di Banjar Dukuh Mertajati, ia kemudian mangaplikasikan keresahan itu dalam bentuk ogoh-ogoh.
Hal itu tergambar melalui empat tangan ogoh-ogoh dan mempresentasikan empat sektor yang lumpuh akibat pandemi Covid-19. Di antaranya, bidang kelautan, pertanian, pendidikan, dan kesehatan.
"Jadi empat sektor itu diwakilkan melalui tangan ogoh-ogoh yang empat itu. Tangan itu kan ada yang pegang alat pancing sebagai sektor laut, ada cangkul sebagai sektor pertanian, dan ada suntikan sebagai kesehatan dan ada lontar sebagai sektor pendidikan," tuturnya.
Baca juga: Hari Raya Nyepi, Pawai Ogoh-ogoh di Buleleng Akan Digelar di 191 Lokasi
Di sisi yang lain, bentuk tampilan ogoh-ogoh yang dibuat oleh ST Tunas Muda, Banjar Dukuh Mertajati Sidakarya, Denpasar, itu juga dihiasi dengan rantai tergelantung di kakinya.
Hal itu, kata Wedhanta, sebagai wujud bahwa ia terbelenggu dan tak bisa beraktivitas dengan bebas di tengah pandemi Covid-19.
"Semua ini sebagai wujud yang kita alami selama pandemi Covid-19," kata dia.
Wedhanta menegaskan, seluruh proses pembuatan ogoh-ogoh tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan dasar yang ramah lingkungan.
Rincian bahan dasar yang digunakan adalah ranting kayu, bambu, koran bekas, sekam, arang, dan masker. Warna hitam yang menjadi warna utama ogoh-ogoh juga 90 persen menggunakan arang.
Menurutnya, penggunaan arang dalam pembuatan ogoh-ogoh tersebut merepresentasikan situasi Bali yang bisa dikatakan hampir hangus akibat pandemi Covid-19, khususnya di sektor pariwisata dan ekonomi.
"Jadi kan ada nuansa gelap sebagai simbol duka," tuturnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.