Fungsi banten yang keempat adalah sebagai sarana permohonan, seperti sesayut tulus ayu, sida lungguh, anteng sakti, sida karya, sida purna, amerta dewa dan masih banyak lagi.
Fungsi banten yang kelima adalah sebagai sarana penyucian seperti pada banten byakala, durmanggala, prayascita, caru dan segehan.
Selain memiliki fungsi, banten juga memiliki makna seperti yang disebutkan dalam lontar yadnya prakerti.
Makna banten sebagai asta karaning yadnya memiliki makna yaitu bebantenan simbol diri kita.
Sehingga ada banten daksina, pejati, atau suci sebagai kepala, jerimpen sebagai simbol tangan, dada kiri terdapat pada banten pengambean, dada kanan banten peras, sesayut sebagai simbol perut, dapetan sebagai simbol puset, dan kaki adalah caru atau segehan.
Lantas mengapa ritual keagamaan Hindu di Bali memakai berbagai macam banten?
Keragaman ini ternyata juga dipengaruhi oleh jenis banten yang terbagi atas beberapa tingkatan.
Dari yang paling sederhana yaitu banten tingkat nista, yang dibagi menjadi nistaning nista, madyaning nista, dan utamaning nista.
Tingkat yang lebih tinggi dari banten tingkat nista adalah banten tingkat madya yang dibagi menjadi nistaning madya, madyaning madya, dan utamaning madya.
Kemudian ada juga banten tingkat utama yang dibagi menjadi nistaning utama, madyaning utama, hingga utamaning utama.
Namun yang terpenting adalah sikap hati yang tulus dan ikhlas dalam mempersembahkan banten sebagai upakara dalam sebuah upacara.
Sumber:
kemenag.go.id
bali.tribunnews.com
kesrasetda.bulelengkab.go.id