DENPASAR, KOMPAS.com- Seorang pria Warga Negara (WN) Kanada, berinisial SG (50), yang dinyatakan sebagai buronan Interpol disebut merupakan korban salah tangkap oleh Polda Bali.
Hal tersebut disampaikan penasihat hukumnya, Dalimunthe & Tampubolon Lawyers di Markas Polda Bali, pada Minggu (4/6/2023).
Parhur Dalimunthe mengatakan pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dalam penangkapan kliennya tersebut.
Di antaranya, ada perbedaan nomor paspor yang tertara dalam surat Red Notice Interpol No A-6452/80-2022, dengan paspor yang dikantongi SG.
"Dalam red notice tersebut, orang yang harus ditangkap adalah seseorang dengan Paspor Nomor G809633 dengan status menikah. Faktanya, klien kami adalah seorang WNA (warga negara asing) dengan Paspor Nomor: AA495494 bukan G809633 dan klien kami sudah bercerai," kata dia kepada wartawan, Minggu.
Baca juga: WN Kanada Buronan Interpol untuk Kasus Penipuan Ditangkap di Bali
Kejanggalan berikutnya, lanjut Pahrur, adalah kasus yang menjerat kliennya ini sebutkan terjadi pada 2021 di Kanada.
Sementara, SG sudah tinggal di Bali sejak tahun 2020 dengan dengan mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas Nomor: 2c22E10433 - W yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi TPI Ngurah Rai.
Kemudian, penangkapan terhadap kliennya oleh Polda Bali juga berdasarkan laporan polisi model A (LPA). Padahal, kliennya tidak melakukan tindak pidana di Indonesia.
"Kalau di polisi kita, LPA itu adalah polisi melihat, menyaksikan langsung tindak pidana, nah ini tindak pidana mana yang dilihat polisi yang dilapor ini, kan enggak ada," kata dia.
"Kemudian, ada surat perintah penyelidik, langsung sidik, seharusnya prosesnya dari LP, penyelidikan dulu baru penyidikan, ini hari yang sama. Terus, dia disebut sebagai tersangka, proses orang untuk menjadi tersangka itu lapa harus ada LP, penyelidikan, penyidikan, pemanggilan, pemeriksaan, sita bukti-bukti ini enggak langsung tersangka," sambungnya.
Ia mengatakan, dengan adanya kejanggalan ini maka tindakan ekstradisi terhadap SG dianggap tidak sah jika dilakukan.
Dari informasi yang didapat, rencananya SG akan diekstraksi di ke Australia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, pada Minggu, 4 Juni 2023 pukul 22.00.
"Membawa SG ke negara yang bukan negara SG merupakan pelanggaran proses ekstradisi, dan bentuk pelanggaran serius terhadap acara pidana di Indonesia dan hak asasi manusia internasional," kata dia.
Oleh sebab itu, Pahrur dkk meminta kepada Polda Bali untuk menunda pelaksanaan penyerahan kliennya, hingga statusnya jelas.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.