KOMPAS.com - Istana Tampak Siring adalah salah satu istana kepresidenan di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Istana tersebut berjarak sekitar 40 kilometer dari Denpasar dan berada di ketinggian 700 meter dari permukaan laut.
Tampaksiring, memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan berlokasi di atas perbukitan. Sehingga hawa di lingkungan istana cukup sejuk dan cenderung dingin di malam hari, terutama saat musim kemarau.
Pemandangan di sekitar Tampaksiring, sangat indah. Di sebelah utara, terlihat jelas Gunung Batur dan di sebelah timur tampa Gunung Agung.
Istana Tampak Siring berada di atas tanah berbukit dan dikelilingi sawah teras miring.
Baca juga: 16.000 Ha Lahan Kosong Disulap Jadi Obyek Wisata Sawah Tampak Siring
Menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa.
Raja Mayadenawa sangat pandai dan sakti mandraguna. Tetapi sayangnya ia bersifat angkara muka.
Raja ini juga menganggap dirinya dewa dan menyuruh rakyatnya untuk menyembahnya.
Baca juga: Ngopi Asyik di Tampaksiring Sambil Belajar soal Kopi
Akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya untuk menghancurkan Mayadenawa.
Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya agar pengejarnya tidak mengenali bahwa jejak yang ditinggalkannya itu ialah jejak manusia/jejaknya.
Usaha Mayadewana gagal dan ia ditangkap oleh para pengejarnya.
Sebelum ditangkap, dengan sisa-sisa kesaktiannya ia berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan para pengejarnya mati setelah meminum air dari mata air tersebut.
Baca juga: 30 Tahun Bekerja Sebagai Pemandu Wisata di Bali, Efendy: 10 Bulan Terakhir Tak Ada Pemasukan
Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun tersebut.
Air penawar racun itu kemudian bernama Tirta Empul (bermakna “air suci”).