Darmawan menjelaskan, dalam kasus ini kedua terdakwa menjual air tangki ke warga tidak sesuai dengan aturan PDAM Tirta Mahottama Kabupaten Klungkung Unit Nusa Penida.
Di mana, mekanisme penjualan air bersih ini seharusnya mengunakan sistem online via aplikasi Bima Sakti agar lebih transparan dan akuntabel.
Para terdakwa dalam menjalankan tugasnya justru menjual air tangki mengunakan sistem manual.
"Uang hasil penjualan air tangki yang dijual secara manual tersebut tidak seluruhnya di input ke aplikasi Bima Sakti,"katanya.
Darmawan mengatakan para terdakwa berdalih tetap mengunakan sistem manual untuk jaga-jaga saat terjadi pembatalan pengiriman air tangki karena truk tangki tidak bisa menjangkau tempat tinggal konsumen.
Baca juga: Cari Kunci Rumah yang Hilang, Perempuan Asal Jakarta Jadi Korban Perampokan di Bali
Hal ini mereka lakukan karena aplikasi Bima Sakti tidak menyediakan menu pembatalan.
"Berdasarkan keterangan Ahli dari Bima Sakti yang membuat aplikasi tersebut menu pembatalan ada pada aplikasi tersebut dan dapat digunakan jika ada pembatalan pemesanan pembelian air tangki," katanya.
Dalam kenyataannya, para terdakwa memang sengaja tetap mengunakan sistem manual agar uang hasil penjualan tidak disetorkan ke kas PDAM Klungkung.
"Para terdakwa telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf telah mengambil kebijakan untuk tidak menyetorkan uang hasil penjualan air tangki seutuhnya sejak mei 2018 hingga September 2019," kata Darmawan.
Perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara, yakni pada tahun 2018 sebesar Rp 171.850.000,00, dan pada tahun 2019 sebesar Rp 148.600.000,00. Setelah dijumlahkan, total kerugian negara sepanjang periode itu adalah Rp 320.450.000,00.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.