Tak hanya megibung, jejak sejarah hubungan Puri Agung Pemecutan dengan warga Kampung Muslim Kepaon juga bisa dilihat pada tarian Rodat yang hanya dibawakan saat perayaan Hari Raya Idul Fitri.
"Kami juga ada pasukan perang yang ikut memenangkan peperangan antara Kerajaan Badung dan Kerajaan Mengwi (1891). Karena nggak ada perang, perang ini jadi tarian Rodat melambangkan seni budaya inkulturasi juga," katanya.
Abdul mengatakan, tradisi megibung bertujuan mempererat tali silaturahim bagi masyakarat, baik antara muslim maupun dengan umat agama lain yang sudah hidup harmonis sejak dahulu.
Selain itu, sebagai rasa syukur bahwa umat muslim sudah mengkhatamkan Alquran dari hari pertama puasa hingga hari ke-10.
"Maknanya kebersamaan, kerukunan, dan dakwah, bahwa Islam itu welcome untuk semuanya," katanya.
Baca juga: Buang Limbah ke Sungai hingga Air Jadi Merah, Pengusaha Sablon di Denpasar Didenda Rp 2,5 Juta
Abdul menambahkan, jemaah Masjid Al-Muhajirin Kepaon terdiri dari 700 kepala keluarga (KK) dan warga sebanyak 1700.
Sedangkan makanan yang disantap saat megibung ini dibawa warga yang terdiri dari pemaksan atau kelompok, yakni pemaksan kelod (selatan), pemaksan tengah, dan pemaksan kaja (utara).
Sebelum pandemi Covid-19, Abdul menyebut, tradisi megibung ini turut dihadiri oleh umat agama lain seperti Hindu, Kristen dan Katolik. Namun kali ini hanya dihadiri umat Islam wilayah Kepaon.
Meski demikian, Abdul tetap bersyukur karena tradisi megibung ini kembali digelar pada Ramadhan tahun ini, seiring kebijakan pelonggaran aktivitas masyarakat oleh pemerintah.
"Alhamdulillah, dua tahun kami tidak melaksanakan megibung ini tapi antusias masyarakat sangat luar biasa," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.