Benang Tri Datu pertama kali dibagikan untuk pemedek yang tangkil ke Pura Dalem Ped di Nusa Penida.
Seiring dengan perkembangannya hampir seluruh Pura di Bali saat ini menganugerahkan benang Tri Datu kepada para pemendek yang datang.
Penggunaan benang Tri Datu sering ditemukan dalam upakara dan upacara agama Hindu.
Dalam upacara Bhuta Yadnya, benang Tri Datu dipakai pemogpog atau pelengkap atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan.
Pada pelaksanaan upacara Rsi Yadnya, benang Tri Datu yang digunakan sebagai selempang pada tubuh yang di diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya.
Sedangkan pada upacara Manusa Yadnya, benang Tri Datu digunakan sebagai lambang panugrahan.
Dalam upacara Dewa Yajna, benang Tri Datu difungsikan sebagai sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya.
Selain itu, benang Tri Datu juga digunakan sebagai alat atau media penghubung antara pemuja dan yang dipuja.
Memakai benang pawitra berwarna Tri Datu juga bermakna pengikatan diri terhadap norma-norma agama.
Walau begitu, pemakaian gelang Tridatu khas Bali memang tidak terbatas hanya boleh dikenakan untuk umat Hindu saja.
Para penganut agama lain juga diperbolehkan untuk mengenakan gelang ini, hanya saja harus memperhatikan cara mengenakannya yang tidak bisa sembarangan.
Salah satunya dilarang mengenakan gelang Tridatu di pergelangan kaki, karena bisa menjadi salah satu bentuk pelecehan terhadap simbol agama bagi masyarakat Hindu.
Sumber:
denpasarkota.go.id
undwi.ac.id
sonora.id
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.