DENPASAR, KOMPAS.com - Jejak luka batin Ni Luh Erniawati karena kehilangan suami tercintanya yang tewas dalam serangan bom di Paddy's Club dan Sari Club di Jalan Legian, Kuta, Badung, Bali, pada 12 Oktober 2002, seolah tak tampak.
Setalah 21 tahun berlalu, ibu dua anak ini sudah meyakinkan dirinya bahwa dia sudah bisa berdamai dengan masa lalu tanpa amarah dan dendam. Sikap serupa juga ditanamkan kepada dua anak laki-lakinya.
"Lagi pula kalau pun kita berbuat sesuatu kepada mereka, melawan kekerasan mereka dengan kekerasan toh bapak juga tidak bisa akan kembali," kata dia saat ditemui di rumahnya, pada Kamis (12/10/2023).
Baca juga: Profil S Perakit Bom Mapolsek Astanaanyar, Murid Tersangka Bom Bali yang Membidik Solo
Erniawati mengatakan, sikapnya untuk memaafkan ini justru memacunya untuk menebar sikap cinta kasih kepada para mantan narapidana teroris dan keluarga mereka.
Bahkan, dia sempat bergandengan dengan salah satu saudara kandung Amrozi, pelaku bom Bali 1, bernama Ali Fauzi, dalam program deradikalisasi.
"Semuanya sudah terjadi. Makanya kita bisa menyadarkan mereka, memutus mata rantai kejahatan mereka, dengan kita bersahabat dengan mereka," katanya.
Baca juga: Umar Patek: Kepada Seluruh Korban Bom Bali, Saya Mohon Maaf dengan Penuh Ketulusan...
Meski begitu, Erniawati masih mengingat malam tragedi yang menewaskan 200 orang itu.
Pada malam kejadian, dia terjaga dalam perasaan gelisah dan berharap sang suami pulang ke rumah dengan tetap mengenakan pakaian saat berangkat bekerja. Perasaan gelisah itu terbawa hingga beberapa bulan.
Dia baru sadar dan menerima kenyataan bahwa suaminya menjadi salah satu korban bom saat dokter Forensik RSUP Sanglah menyampaikan kabar hasil identifikasi jenazah pada Februari 2001.
Erniawati terpaku saat pihak kepolisian dan dokter menyerahkan jenazah suaminya yang dibungkus kantong jenazah. Erniawati bahkan sudah tidak mengenali wajah suaminya karena luka bakar pada tubuhnya mencapai 70 persen.