KOMPAS.com - Pura Dalem Balingkang di Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bangli adalah bentuk akulturasi masyarakat Tionghoa di Bali.
Desa Pinggan berada di ketinggian 1.300 mdpl dengan belatar belakang Gunung Batur dan Gunung Penulisan.
Bocah-bocah di Desa Pinggan bertipikal muka bulat, mata sipit seperti keturunan Tionghoa namun berkulit coklat sawo matang.
Desa Pinggan bertetangga dengan beberapa desa yang namanya mirip dengan nama Tionghoa yakni Desa Songan dan Desa Lampu.
Baca juga: Bandara Ngurah Rai Bali Tutup Operasional Selama Nyepi
Songan konon berasal dari kata Song- Ahn dan Lampu berasal dari marga Lam dan Pho.
Beberapa prasasti menyebut jika pada abad ke-12, pendatang Tiongkok masuk ke Bali melalui Buleleng (Singajara), Tejakula.
Mereka kemudian mengarah ke selatan yakni ke Gunung Penulisan hingga sampai di daerah Gunung Batur. Lalu mereka tinggal di beberapa desa Bali kuno yang disebut Songan dan Pinggan.
Di wilayah Pinggan itu lah dibangun Pura Dalem Balingkang yang bersejarah sebagai simbol akulturasi Tionghoa di Bali.
Pura Dalem Balingkan memiliki ornamen dan beberapa interiornya berciri Tionghoa seperti dominasi warna merah dan kuning yang merupakan warna khas kelenteng atau wihara.
Baca juga: Bandara Ngurah Rai Tutup 24 Jam Selama Nyepi, 84 Penerbangan Tidak Beroperasi
Jaya Pangus disebut sebagai keturunan penguasa terkenal Airlangga dan masuk dinasti Warmadewa.
Di bawah kepemimpinan Jaya Pangus, agama Hindu berkembang pesat di Bali.
Dikisahkan banyak pendatang yang datang dari wilayah utara. Salah satunya adalah keluarga pedagang Tionghoa yang bermarga Kang.
Mereka datang ke Bali untuk berdagang. Keluarga tersebut memiliki seorang putri yang bernama Putri Kang Cing Wie.
Baca juga: Nyepi di Bali, Ini Jadwal Tutup Sementara Mesin ATM, Tol, dan Bandara
Sang Raja Sri Jaya Pangus terpesona dengan Putri Kang. Mereka pun melangsungkan pernikahan.