DENPASAR, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah Polda (Polda) Bali membongkar sindikat prostitusi jaringan internasional mempekerjakan para perempuan dari berbagai negara, termasuk Indonesia, sebagai pekerja seks komersial (PSK).
Dalam kasus ini, polisi menetapkan 2 orang tersangka, yakni berinisial AK (26), perempuan dan MK (43), laki-laki, warga Rusia.
"Tersangka menawarkan beberapa pilihan wanita penghibur dari berbagai belahan dunia, termasuk beberapa kota di Indonesia kepada para pelanggan melalui situs website," kata Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya dalam konferensi pers di Polres Badung, pada Senin (13/1/2025).
Daniel mengungkapkan praktik prostitusi dijalankan kedua warga negara asing (WNA) ini telah berjalan 2 tahun.
AK berperan sebagai bos mucikari yang bertugas mengendalikan semua PSK, termasuk menentukan tarif dan lokasi praktek prostitusi di wilayah Bali.
Baca juga: Banyak Penyimpangan Jadi Alasan Jakarta dan Bali Dipilih Sebagai Lokasi Pesta Seks Swinger
Sedangkan, MK bertugas sebagai operator situs untuk berkomunikasi dengan para pelanggan.
"Website tersebut sudah terhubung dan dapat diakses di 129 negara di dunia. Sementara di Indonesia terdapat 12 kota yang dapat diakses pada website tersebut," ujar Daniel.
Daniel menuturkan, kasus ini terbongkar berkat hasil penyelidikan Unit IV dan Unit PPA Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Badung, pada Jumat (10/1/2025) sekitar pukul 03.22 Wita.
Awalnya, polisi melakukan penggerebekan di sebuah hotel di Pantai Berawa, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
Saat itu, polisi mendapati seorang PSK bersama pelanggannya sedang berkencan di salah satu kamar di hotel tersebut.
Baca juga: Pasutri yang Gelar Pesta Seks “Swinger” di Jakarta-Bali Bakal Jalani Tes Kejiwaan
Dari sana, tim kemudian menangkap AK dan MK di sebuah vila beralamat di Banjar Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat pasal berlapis. Sangkaan pertama adlaah melanggar Pasal 45 Ayat (1) Uu No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman 6 tahun penjara.
Mereka juga dijerat Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Berikutnya, keduanya dijerat Pasal 506 KUHP dengan ancaman kurungan paling lama 1 tahun.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang