DENPASAR, KOMPAS.com - Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor. 9 Tahun 2025, tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, pada awal April lalu.
SE tersebut mengatur perihal pengolahan sampah berbasis sumber dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai di Bali.
Adapun aturan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai harus sudah diterapkan sejak SE ditetapkan.
Sementara itu, untuk pengolahan berbasis sumber, selambatnya awal 2026.
Hari ini, Jumat (2/5/2025), tepat satu bulan sejak SE tersebut diterbitkan. Aturan ini pun mendapat respons dari berbagai pihak.
Muncul pertanyaan, apakah Bali benar-benar telah siap dan akan mampu menjalankannya?
Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yuda Hariyani mengungkapkan bahwa terbitnya SE tersebut seperti menegaskan kembali peraturan-peraturan yang telah dibuat saat Gubernur Koster menjabat di periode pertama.
Baca juga: Bule Sampah Benedict Wermter: Atasi Sampah Tak Cukup dengan Aksi Bersih-bersih
"Nah Perda untuk penertiban plastik sekali pakai sebenarnya sudah ada di Perda Nomor 5 Tahun 2023. Ini yang harusnya ditegakkan. Pengawasan dan penindakannya harus nyata," kata Catur, Jumat (2/5/2025).
Catur menilai, kemungkinan akan banyak yang mempersoalkan dan menyalahkan terbitnya SE ini. Termasuk mempertanyakan, mengapa bukan sistem yang diperbaiki.
"Kenapa Air Minum dalam Kemasan (AMDK) itu pilihan Gubernur? Meskipun sebenarnya masih ada saset kecil yang masih terhampar di TPA. Tugas pemerintah semakin tegas kepada perusahaan AMDK untuk menjalankan PP 75 (EPR) Peta Jalan Pengurangan Sampah," ujar dia.
Ia menyaksikan selama ini masih banyak yang tidak peduli dengan sampah, tidak mau diambil dan berserakan di mana-mana.
"Bayangkan di Pulau Lembongan, Nusa Gede saja berserakan di jalan, di TPA, karena biaya angkut mahal ke daratan," imbuhnya.
Baca juga: Lagi, TNI AL Tangkap Pembuang Sampah yang Cemari Pesisir Muncar Banyuwangi
Ia menyadari, mungkin cara ini terbilang budaya baru, sebab masyarakat harus mulai belajar membawa tumbler dari rumah dan pemerintah harus menyiapkan stasiun air di beberapa tempat.
Agar aturan ini bisa berjalan efektif dan tidak membuat masyarakat menjadi resah, perlu disiapkan edukasi masif membudayakan masyarakat memilah sampah.
Secanggih apapun teknologinya, apabila sampah tidak dipilah, akan susah diolah.
Biaya pun semakin membengkak. Sumber daya sebagai bahan produksi barang semakin meningkat dan mahal.
"Jadi saya sih mendukung ya dan kami akan membantu edukasi, pendampingan dan pengawasan di lapangan," kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang