DENPASAR, KOMPAS.com – Dewik Sumawati (19) masih ingat betul momen ketika orangtuanya mengantarnya ke panti asuhan di Kota Denpasar.
Kala itu, usianya masih 12 tahun, baru saja tamat Sekolah Dasar (SD). Rasa takut karena belum terbiasa dengan lingkungan di panti dan rindu orangtua terus menyelimuti Dewik kecil.
Namun, semuanya harus dihadapi, sebab orangtuanya di Gianyar tidak mampu menyekolahkan Dewik.
Baca juga: Kisah Anak Panti Asuhan di Pamekasan, Menahan Rindu demi Membahagiakan Sang Ibu
"Waktu itu orangtua kurang biaya untuk sekolah. Nah, ada keluarga dari teman yang tinggal di dekat sini."
"Beliau mengabari bahwa di sini ada yang bisa membantu untuk sekolah dan tempat tinggal, keperluan lainnya ditanggung," kenang Dewik saat ditemui, Minggu (27/7/2025) sore.
Dewik adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Pekerjaan ibunya tidak menentu, kadang membantu ayahnya kerja bangunan.
Baca juga: Menyulam Mimpi Jadi Dokter dari Balik Dinding Panti Asuhan
Tekad untuk maju dan rasa hangat kekeluargaan di Panti Asuhan Hindu Dharma Jati II membuat Dewik kecil mampu melewati semua ketakutan dan kecemasan yang ada.
Perlahan, dia pun mulai bisa berbaur dan akrab dengan anak-anak panti lainnya. Bahkan, mereka telah menjadi seperti saudara.
Kini, Dewik berhasil melanjutkan studi hingga ke jenjang atas, menempuh ilmu Teknologi Pangan di Institut Teknologi dan Kesehatan Bali (ITEKES), Denpasar.
Baca juga: Seberangi Laut Masuk Panti agar Bisa Sekolah, Anwar Kini Jadi Duta Kampus
"Saya menerima beasiswa di ITEKES. Ditanggung sampai tamat. Saat SMP dan SMA, saya belajarnya di panti. Jadi, seperti home schooling," ucap Dewik.
Meskipun tinggal di panti, saat kuliah di ITEKES, Dewik mengaku tidak pernah merasa minder. Baginya, semua orang kedudukannya sama.
Justru dengan bekal didikan di panti, dia banyak belajar untuk menjadi mandiri, berinisiatif, gemar membantu, dan lebih peduli dengan sesama.
Orangtua Dewik pun kini merasa bangga bahwa kini putrinya mampu kuliah.
Baca juga: Hidup Dafa dan Syafa, 2 Bocah Kakak Beradik Ditinggal Sang Ibu di Panti Asuhan
Dewik menjelaskan, biasanya anak-anak TK dan SD di panti belajar pada pagi hingga siang hari. Sementara siswa SMP dan SMA belajar pada sore hari.
Dewik dan teman-temannya bangun pukul 05.30. Lalu menjalankan piket bersih-bersih, masak, dan sembahyang.
Apabila ada kunjungan, Dewik akan ikut bergabung di wantilan. "Tapi kadang saya bangun kesiangan juga," ucap Dewik sembari tertawa.
Dewik pun merasa bersyukur bisa dibantu di panti. Dia pun menyadari, pastilah tidak mudah mengurus banyak anak.
Baca juga: Mata Mamat Berkaca-kaca, Sebut Hidup di Panti demi Bisa Merawat Ibunya Kelak
Namun, pengurus dan pendiri panti, I Wayan Nika, hingga saat ini mampu melakukannya.
"Beliau bisa mengurus ratusan anak-anak, hanya bapak dan ibu. Kita belum tentu bisa ngurus orangtua," ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang