BULELENG, KOMPAS.com - Menuntut ilmu tak mengenal usia. Hal itulah yang diyakini oleh Made Tawa (81), wisudawan tertua Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Negeri Mpu Kuturan Singaraja, Bali.
Made disebut sebagai wisudawan inspiratif lantaran sikapnya yang pantang menyerang dalam menuntut ilmu.
Dengan perjalanan panjang ia akhirnya diwisuda pada Kamis (30/5/2024) dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,35 dan meraih predikat memuaskan.
Baca juga: Wisuda Ke-83 Untar, Rektor: Wisudawan Harus Tegakkan Nilai Integritas
Made Tawa diketahui merupakan pensiunan pegawai Telkom di Kota Denpasar, Bali.
Ia memantapkan hatinya untuk menempuh pendidikan sekolah tinggi meski usianya tak lagi muda.
"Kuliah di usia lanjut memberikan tantangan tersendiri, namun saya yakin bahwa pelajar tidak mengenal usia," ujarnya saat dihubungi, Jumat (31/5/2024).
Baca juga: Wisuda Ke-83 Untar, Rektor: Wisudawan Harus Tegakkan Nilai Integritas
Keputusannya ini didukung penuh oleh istri tercinta, Ni Ketut Winasih, serta anak dan menantunya.
"Dukungan dari keluarga menjadi motivasi terbesar saya untuk menyelesaikan pendidikan ini," sambungnya.
Made Tawa memulai studi sarjana pada tahun 2019. Setelah menempuh pendidikan selama lima tahun, ia dinyatakan lulus.
Baca juga: Kisah Alvinda, Wisudawan Termuda UB, Lulus Kuliah 3,2 Tahun Tanpa Skripsi
Semangatnya belajar tidak surut meski ia harus menghadapi berbagai keterbatasan fisik.
Dalam perjalanan menjelang akhir studi Made Tawa sempat terserang stroke ringan. Bahkan saat ujian proposal, ia dipapah anaknya dan dosen pembimbingnya masuk ke ruang ujian.
Ia menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Dampak Pelatihan Customer Service dengan Pendekatan Jendela Johari terhadap Kualitas Komunikasi Interpersonal dan Kepuasan Pelanggan di PT Telkom”.
Baca juga: Wisuda 2024 Ukrida, Rektor: Kompetensi dan Karakter Jadi Modal Lulusan di Dunia Kerja
Karya ilmiah ini mengkaji dampak pelatihan layanan pelanggan dengan pendekatan Jendela Johari, sebuah model psikologi komunikasi.
Capaian ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi keluarga besarnya. Made Tawa adalah ayah dari 10 anak, kakek dari 40 cucu, dan sudah memiliki seorang cicit.
Ia juga ingin menjadi contoh semangat menempuh pendidikan bagi anggota keluarga besarnya.
"Kenapa saya masih semangat untuk kulah, saya ingin memberi contoh pada anak saya. Dan memang mereka semuanya sudah menuntaskan kuliahnya," kata Tawa.
Baca juga: Pernah Gagal 17 Kali Masuk FK, Kini Roy Jadi Wisudawan Terbaik Unair
Setelah mendapat gelar sarjana ilmu komunikasi, Made Tawa berencana akan melanjutkan kuliah magister atau S2.
Ia berencana akan mengambil jurusan yang mempelajari teologi Hindu. Hal ini disebutnya untuk memperdalam lagi ilmu agama di usianya yang sepuh.
"Saya sudah berjanji pada diri sendiri, kalau Tuhan memberi izin saya umur panjang, saya akan lanjut ke S2," tuturnya.
Terpisah, Ketua STAH Negeri Mpu Kuturan, I Gede Suwindia menyebut pencapaian Made Tawa merupakan inspirasi.
Kisah Made Tawa membuktikan bahwa semangat untuk belajar tidak pudar oleh usia.
Ia pun menyebut wisuda kali ini menjadi momen bersejarah bagi STAH Negeri Mpu Kuturan. Dengan Made Tawa sebagai simbol dari dedikasi dan ketekunan dalam menuntut ilmu pengetahuan.
"Beliau adalah inspirasi bagi kami semua bahwa semangat belajar tidak mengenal batasan usia. Pencapaian ini menunjukkan bahwa dengan tekad yang kuat, segala sesuatu bisa diraih," ujar dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang