BULELENG, KOMPAS.com - Sebanyak 28 desa di Kabupaten Buleleng, Bali, terancam mengalami kekeringan saat kemarau. Desa-desa tersebut tersebar di delapan kecamatan.
"Berdasarkan hasil kajian risiko bencana, ada 28 desa di Buleleng yang rawan terjadi bencana kekeringan," ujar Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Buleleng Putu Ariadi Pribadi saat dikonfirmasi, Selasa (26/8/2024) di Buleleng.
Dia mengatakan desa yang terancam bencana kekeringan paling banyak berada di Kecamatan Gerokgak.
Baca juga: Kekeringan di Gunungkidul Meluas, 18 Kelurahan Minta Dropping Air, Mana Saja?
"Terbanyak ada di Kecamatan Gerokgak dengan 11 desa yang terancam kekeringan. Lalu di Kecamatan Kubutambahan ada 5 desa," jelasnya.
Ia menambahkan, sebanyak empat desa ada di Kecamatan Banjar dan dua desa di Kecamatan Busungbiu juga tercatat rawan kekeringan.
Kemudian di Kecamatan Sawan, Kecamatan Seririt dan Kecamatan Sukasada masing-masing satu desa. Selanjutnya di Kecamatan Tejakula ada dua desa.
"Walaupun potensi ancaman kekeringan ini terjadi pada beberapa titik di setiap desa, yang umumnya daerah yang jarang dilalui sumber air dan biasanya pada musim kemarau aliran air menjadi berkurang," sambung dia.
Ia menuturkan, secara umum semua wilayah di Kabupaten Buleleng memang berpotensi mengalami kekeringan. Hal itu diakibatkan semakin berkurangnya sumber air karena anomali perubahan cuaca.
"Selain itu, disebabkan adanya perubahan alih fungsi lahan yang dilakukan sehingga siklus hidrologi tidak berjalan dengan baik dan menyebabkan berkurangnya sumber air," tambahnya.
Ariadi menyebut, puncak kemarau di Buleleng terjadi sejak bulan Juli hingga Agustus 2024. Meski demikian, 28 desa yang terancam kekeringan itu hingga kini belum ada yang meminta bantuan suplai air bersih ke BPBD Buleleng.
"Mengingat beberapa hari sebelumnya, sejumlah wilayah di Buleleng sempat diguyur hujan, jadi belum ada desa yang mengajukan permohonan bantuan air," kata dia.
Pihak BPBD mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap bencana musim kemarau, seperti kekurangan air bersih dan kebakaran hutan.
"Pada musim kemarau ini, masyarakat harap agar lebih baik menggunakan air. Dan tidak membuang putung rokok sembarangan, agar tidak terjadi kebakaran hutan," tutup Ariadi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang