DENPASAR, KOMPAS.com - Bendesa atau Kepala Desa Adat Berawa, I Ketut Riana (54), divonis hukuman 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Bali, pada Kamis (4/10/2024).
Majelis hakim yang diketuai I Gede Putra Astawa menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam bentuk pemerasan sebesar Rp 10 miliar.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Ketut Riana oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun," kata Astawa saat membacakan amar putusannya, Kamis.
Baca juga: Prostitusi Berkedok Spa di Bali, Punya Cabang dan Tarifnya Rp 2 Juta-Rp 3 Juta
Selain penjara, Riana juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan kentenuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan.
"Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," sambung Astawa.
Baca juga: 5 Orang Jadi Tersangka Kasus Prostitusi Berkedok Spa di Bali
Astawa mengatakan, majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang membebani terdakwa dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 50 juta.
Sebab, dalam perkara ini tidak ada kerugian negara atau potensi kehilangan pendapatan negara, atau kejahatan dalam keuangan negara.
Sedangkan, dalam perkara ini yang mengalami kerugian adalah saksi Andianto T Nahak Moruk, yang hendak melakukan investasi pembangunan resor dan apartemen di Desa Adat Berawa.
Astawa menjelaskan, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, perbuatan terdakwa selaku Bendesa Adat Berawa telah memenuhi unsur-unsur pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Di antaranya, terdakwa meminta uang Rp 10 miliar kepada saksi Andianto Nahak T Moruk, dengan alasan untuk sumbangan ke Desa Adat Berawa.
Namun, sesuai keterangan saksi I Wayan Kumarayasa dan saksi I Wayan Suarta permintaan uang tersebut belum pernah dibicarakan dalam pertemuan pengurus Desa Adat Berawa.
Meskipun uang Rp 10 miliar tersebut belum dipenuhi oleh korban, namun terdakwa sudah menerima uang Rp 150 juta yang diberikan secara bertahap oleh korban.
Setelah menerima uang tersebut, terdakwa tidak pernah memberitahu kepada pengurus Desa Adat Berawa. Bahkan, terdakwa meminta korban agar merahasiakan pemberian uang tersebut.
"Uang sejumlah Rp 150 juta tersebut telah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa, yang dikatakan terdakwa untuk membayar hutang dengan warga Desa Adat Berawa dan membayar imunisasi cucu terdakwa," kata dia.
Vonis majelis hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU Ni Luh Oka Ariani dari Kejati Bali, yang menuntut Riana dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurangan.
Selain itu, Riana juga dituntut agar dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian sebesar Rp 50 juta.
Sebagai informasi, I Ketut Riana ditangkap oleh tim personel Kejati Bali dalam operasi tangkap tangan (OTT) di sebuah kafe di Renon, Denpasar, pada Kamis (2/5/2024) sekitar pukul 15.00 Wita.
Saat itu, petugas mendapati Riana sedang menerima uang Rp 100 juta dari saksi Andianto Nahak T Moruk.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang