DENPASAR, KOMPAS.com - I Nyoman Berata (48), ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Ngis, Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 10,4 miliar.
Menurut polisi, tersangka mengunakan uang hasil korupsi tersebut untuk judi sambung ayam, togel dan judi online.
Kepala Subdit 3 Dit Reskrimsus Polda Bali AKBP M. Arif Batubara mengatakan, tersangka melakukan tindak pidana korupsi dengan modus membuat pinjaman semu atau kredit fiktif atas namanya sendiri, keluarga, dan orang lain.
Baca juga: PLN Bali Utara Siagakan 13 Unit SPKLU Selama Libur Nataru
Perbuatan tersebut dilakukannya dalam rentang waktu sejak tahun 2009 hingga tahun 2022.
"Pembentukan kredit fiktif ini menggunakan nama sendiri, keluarga maupun orang lain tanpa sepengetahuan mereka," kata Arif kepada wartawan, Selasa (17/12/2024).
Baca juga: Wamenpar Tinjau Kesiapan Pelabuhan Gilimanuk Sambut Nataru dan Dorong Wisata di Bali Barat
Ia mengatakan, kasus ini terungkap atas laporan sejumlah nasabah yang kehilangan uang deposito dan rekeningnya terblokir di LPS Desa Adat Ngis.
Selanjutnya, polisi melakukan penyelidikan dengan memeriksa 55 saksi yang terdiri dari karyawan LPD Desa Adat Ngis dan pihak bank, termasuk nasabah.
Dari hasil penyelidikan, tersangka diketahui membuat kredit fiktif dengan menarik uang mulai dari Rp 60 juta hingga Rp 500 juta.
Berdasarkan hasil audit, total kerugian keuangan negara dalam hal ini LPD Desa Adat Ngis sebesar Rp 10.441.786.410.
Selain untuk berjudi, sebagian uang tersebut digunakan tersangka untuk membuka bisnis, seperti usaha ternak ayam dan babi, usaha cuci mobil, dan usaha aksesoris. Namun, bisnis yang dijalankannya tersebut semua gagal.
"Awalnya dia ambil kredit dia tidak bisa bayar, kemudian mengambil kredit yang lain untuk menutupi yang pertama dan membayar bunganya. Kemudian tidak bisa juga. Terus begitu akhirnya secara terus menerus perbuatannya dilakukan, sehingga dari 2009 sampai 2022," kata dia.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang