KOMPAS.com - Di kawasan Kintamani, Kabupaten Bangli, atau lebih tepatnya di tepi timur Danau Batur, terdapat sebuah desa yang disebut sebagai salah satu desa tertua di Bali.
Desa ini memiliki tata cara pemakaman jenazah yang berbeda dari masyarakat Bali pada umumnya.
Ya, ini adalah Desa Trunyan.
Jenazah warga desa yang meninggal tidak melalui ritual ngaben atau dikremasi, melainkan dibawa ke sebuah tempat lalu diletakkan dan dibiarkan terurai secara alami.
Prosesi ini dinamakan mepasah atau kubur angin. Model pemakaman ini telah dilakukan secara turun-temurun.
Namun, tidak semua jenazah bisa di-mepasah-kan.
Dikutip dari Indonesia.go.id, mereka yang di-mepasah-kan adalah orang-orang yang meninggal secara normal, misalnya menderita sakit ataupun lanjut usia.
Kategori jenazah yang di-mepasah-kan yaitu orang-orang yang telah berumah tangga, bujangan (teruna), gadis (debungan), dan anak kecil yang giginya susunya telah tanggal (mekutus).
Sedangkan bagi mereka yang meninggal dengan cara-cara yang dianggap tidak wajar, contohnya korban pembunuhan, bunuh diri; maupun orang-orang yang jasadnya tidak sempurna – mungkin karena suatu penyakit atau kecelakaan, dimakamkan dengan cara dikebumikan.
Baca juga: Menelisik Pemakaman Unik di Desa Trunyan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.