Menurut perhitungan hakim, perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 6,8 miliar. Kendati demikian, terdakwa tidak diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara tersebut.
Menanggapi vonis tersebut, baik JPU Anak Agung Gede Lee Wisnhu Diputera maupun terdakwa yang didampingi tim penasihat hukumnya masih bimbang apakah menerima atau akan melakukan upaya banding atas putusan hakim tersebut.
"Yang mulia, kami mewakili terdakwa masih pikir-pikir," kata salah satu penasihat hukum terdakwa, Gde Manik Yogiartha kepada majelis hakim.
Baca juga: Tekan Angka Kecelakaan Wisman di Bali, Polisi Minta Rental Kendaraan Siapkan Pemandu Jalan
Tindak pidana yang dilakukan terdakwa terjadi selama menjadi Ketua LPD Ungasan sejak tahun 2013 hingga 2017.
Adapun beberapa modus korupsi yang dilakukan terdakwa untuk memperkaya diri sendiri, yakni mengajukan pinjaman di LPD Desa Adat Ungasan, namun terdakwa menarik jaminan kredit sebelum perjanjian kredit selesai.
Kemudian, terdakwa melakukan penyimpangan dana LPD Ungasan saat melakukan investasi berupa pembelian aset di Desa Tanak Awu dan Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), senilai Rp 28.474.077.112.
Baca juga: Pelajar di Bali Ditemukan Tewas Gantung Diri di Dalam Kamar Terkunci, Orangtua Berteriak Histeris
Namun, dalam laporan pertanggungjawaban, terdapat selisih lebih penggunaan dana senilai Rp 4.502.978.983 dari jumlah nilai investasi yang dilaporkan.
Selanjutnya, terdakwa juga memberikan kredit kepada beberapa nasabah atau debitur dengan cara memecah-mecah nilai kredit untuk menghindari ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
Dari total kerugian negara senilai Rp 26.872.526.963, terdakwa disebut telah menikmati uang sebesar Rp 6.231.965.633.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.