DENPASAR, KOMPAS.com - Jajaran kepolisian berhasil mengungkap kasus prostitusi daring yang melibatkan anak di bawah umur di wilayah Kota Denpasar, Bali.
Dalam kasus ini, polisi berhasil menangkap dua orang laki-laki, berinisial KAW (23), dan RMF (17), yang berperan sebagai mucikari.
Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Denpasar Barat, Kompol Laksmi Trisnadewi mengatakan, kasus ini terungkap berawal dari laporan masyarakat terkait maraknya anak di bawah umur terlibat praktik prostitusi daring.
Baca juga: Prostitusi Online Siswa di Pangkalpinang, Muncikari Terancam 10 Tahun Penjara
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, polisi mendapati dua anak perempuan, berinisial DNA (16), dan NII (17) sedang menjajakan dirinya di aplikasi bertukar pesan Michat.
Selanjutnya, polisi mengamankan DNA dan NII di sebuah rumah kos elit di Desa Pemecutan Kelod, Denpasar Barat, pada Sabtu (13/7/2024) sekitar pukul 01.00 Wita.
"Pada saat diamankan DNA baru saja selesai melaksanakan transaksi, sementara NNI masih menunggu pelanggan," kata dia kepada wartawan pada Jumat (2/7/2024).
Setelah dilakukan interogasi, DNA dan NII mengaku keduanya dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) oleh KAW dan RMF.
Kedua pelaku berperan memasarkan DNA dan NII di aplikasi Michat dengan harga Rp 200.000 sampai Rp 400.000 untuk satu kali kencan. KAW dan RMF mendapat imbalan Rp 50.000 hingga Rp 150.000 dari setiap pelanggan yang melakukan transaksi.
Selanjutnya, polisi melakukan penangkapan terhadap kedua pelaku di dua lokasi yang berbeda di wilayah Denpasar.
"Kedua pelaku tersebut mempekerjakan anak dibawah umur untuk dijadikan PSK kemudian
dipasarkan aplikasi Michat dan saat memasarkannya pelaku berpura-pura sebagai DNA dan NNI saat ber transaksi dengan lelaki yang ingin memesannya," kata dia.
Atas perbuatannya, KAW disangkakan Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman penjara paling lama 6 tahun.
Sedangkan, RMF Pasal 296 KUHP atau Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang RI No. 1 tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman penjara maksimal 1 tahun 4 bulan penjara.
Sementara itu, KAW telah dilakukan penahanan di Polsek Denpasar Barat. Sedangkan, untuk DNA dan NII berstatus sebagai saksi.
"Terhadap anak sebagai pelaku atas nama RMF tidak dilakukan penahanan karena anak dibawah umur," kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang