Editor
KOMPAS.com - Koordinator Kelompok Hubungan Masyarakat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M Natsir Kongah, mengingatkan pentingnya antisipasi terhadap eksploitasi seksual anak di wilayah destinasi wisata.
Bali menjadi salah satu wilayah yang rentan terhadap kasus tersebut. Sebab, Pulau Dewata merupakan salah satu destinasi wisata yang amat digandrungi publik dunia.
Bukan rahasia lagi bahwa wilayah yang menjadi tujuan wisata sangat diminati turis dari berbagai penjuru dunia. Ini membuat mereka berkunjung dan situasi tersebut rentan menyebabkan eksploitasi seksual terhadap anak.
Natsir Kongah mengungkapkan hal tersebut dalam Konferensi ASEAN tentang Pencegahan dan Respons Terhadap Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan dalam Eksploitasi Seksual Anak yang digelar di Aston Denpasar, Rabu (7/8/2024).
"Secara umum, daerah wisaya jadi tempat ekploitasi seksual anak, termasuk Bali. Apalagi di Bali banyak sekali. Semua tempat wisata itu ada dan rentan," ungkapnya dikutip dari Tribun Bali.
Meski demikian, Natsir tak merinci berapa kasus dan jumlah transaksi untuk kasus eksploitasi seksual terhadap anak di Bali.
Ia menambahkan, dari data yang terhimpun pada tahun 2024, ada sekitar 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, 128 anak korban perdagangan dan 481 anak korban pornografi di Indonesia.
Di sisi lain, sejak tahun 2014 hingga 2024, dugaan prostitusi anak berjumlah sekitar 24.000 anak di rentang usia 10-18 tahun.
"Frekuensi transaksi mencapai 130.000 kali dan nilai perputaran uang mencapai Rp 127.371.000.000," ungkapnya.
Baca juga: Terungkap, Kasus Prostitusi Anak di Bawah Umur di Tanjungpinang
Selanjutnya, data laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak mencapai 44 selama periode 2014-2024.
Terdapat 2 hasil analisis PPATK yang terkait dengan eksploitasi seksual anak pada tahun 2023, 34 pada 2021 dan 2 pada 2023 yang terkait dengan perlindungan anak, pornografi, perdagangan orang, informasi dan transaksi elektronik, child sex exploitation, dan/atau kejahatan lintas negara lainnya.
Juga ada 1 hasil analisis pada 2021 yang terkait dengan perdagangan orang, pornografi, ITE, dan perlindungan anak.
"Temuan aktivitas perdagangan orang di Indonesia pada tahun 2022, termasuk eksploitasi seksual anak di dalamnya, mencatat perputaran uang sejumlah Rp 114 miliar," ujarnya.
Kemudian, data Interpol pada Juni 2024 menyebut kaitan 69 negara yang terlibat dalam jejaring eksploitasi seksual anak.
Menurutnya, transaksi yang dilakukan menggunakan penyedia jasa keuangan baik rekening bank, dompet elektronik (e-wallet) dan pedagang fisik aset kripto (exchanger) termasuk Bitcoin.