Editor
KOMPAS.com - Nama Engeline Margriet Megawe, seorang bocah perempuan berusia 8 tahun sempat mengundang perhatian masyarakat Indonesia pada 2015 lalu, khususnya warga di Provinsi Bali.
Bocah malang itu menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada pembunuhan. Pelakunya tak lain adalah ibu angkatnya, Margriet Christina Megawe.
Kabar terbaru, pada Jumat (6/12/2024) narapidana pembunuh Engeline itu meninggal karena gagal ginjal kronis.
Baca juga: Napi Pembunuh Bocah Engeline Megawe Meninggal karena Gagal Ginjal Stadium 5
"Kesehatan warga binaan selalu menjadi prioritas kami. Almarhumah punya riwayat gagal ginjal kronis stadium 5, dia rutin cuci darah 2 kali seminggu," kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A Kerobokan Ni Luh Putu Andiyani di Kabupaten Badung, Bali, Sabtu.
Baca juga: Margriet, Narapidana Kasus Pembunuhan Engeline di Bali Meninggal, Sempat Jalani Cuci Darah
Kompas.com mencoba merunut kembali kasus pembunuhan tersebut. Berikut ini faktanya:
Engeline terakhir kali terlihat oleh kakak angkatnya, Yvonne Mega W, di depan rumah mereka di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali.
Keluarga melaporkan hilangnya Engeline ke polisi setelah tidak pulang hingga sore hari. Pencarian intensif dilakukan, termasuk menggunakan anjing pelacak. Namun, jejak Engeline tetap tidak ditemukan.
Baca juga: Membongkar Fakta Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri: Korban Dikenal Toleran
Pada 17 Mei 2015, kakak angkat Engeline membuat halaman Facebook "Find Engeline-Bali's Missing Child," menggalang perhatian masyarakat untuk membantu pencarian.
Hilangnya Engeline juga menarik perhatian pejabat tinggi, seperti Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Yohanna Yambise, yang mencoba mengunjungi rumah Margriet namun ditolak.
Ilustrasi pembunuhan.Setelah hampir sebulan menghilang, jasad Engeline ditemukan terkubur di halaman belakang rumahnya, di bawah pohon pisang, dengan kondisi membusuk, dibungkus seprai, dan memeluk boneka.
Penemuan ini sekaligus mengungkap fakta mengejutkan: pelaku utama adalah ibu angkatnya sendiri, Margriet Christina Megawe, yang dibantu oleh mantan pembantunya, Agus Tay Hamdani.
Mirinya lagi, korban dibunuh tiga hari sebelum ulang tahunnya yang ke-9.
Penyelidikan polisi mengungkap bahwa Margriet, ibu angkat Engeline, adalah dalang pembunuhan berencana tersebut, dengan bantuan Agus Tay, mantan pembantunya. Beberapa fakta yang menjadi bukti keterlibatan Margriet adalah:
Kesaksian Agus Tay: Agus mengaku disuruh Margriet mengubur jasad Engeline di halaman belakang dengan upah Rp 200 juta.
Hasil Forensik: Bukti di tempat kejadian perkara dan analisis forensik memperkuat keterlibatan Margriet dalam pembunuhan.
Motif Kekerasan: Margriet kerap memperlakukan Engeline dengan buruk, memerintahkannya mengurus ternak tanpa memperhatikan kondisi fisik dan mental anak tersebut.
"Bukti kedua, hasil analisis laboratorium forensik. Ketiga, petunjuk di tempat kejadian perkara. Keterlibatan Margriet membunuh Engeline sangat kuat," ujar Kapolri saat itu Badrodin Haiti dikutip dari Kompas.com.
Hamidah, ibu kandung Engeline seusai mendengarkan vonis hakim terhadap Margriet, Senin (29/2/2016).Hamidah menyerahkan Engeline kepada Margriet. Selama bertahun-tahun, Hamidah tidak mengetahui nasib anak kandungnya hingga kematian tragis Engeline.
Selama tinggal bersama Margariet, Engeline sering dipaksa memberi makan puluhan ayam, anjing, dan kucing peliharaan Margriet.
Ia datang ke sekolah dalam keadaan lusuh, bau kotoran, dan sering terlambat. Guru-gurunya kerap membersihkan dan memandikannya.
Sebelum hilang, Engeline pernah mengeluh kepada gurunya bahwa ia pusing karena belum makan.
Pada hari itu, Margriet memukuli Engeline berkali-kali di bagian wajah hingga menyebabkan darah keluar dari hidung dan telinganya.
Setelah memastikan Engeline tewas dengan menyundutkan bara rokok ke tubuhnya, Margriet menyuruh Agus Tay menguburkan jasad Engeline di halaman belakang rumah dengan janji upah Rp 200 juta.
Perbuatan keji tersebut akhirnya terungkap dan Margariet serta Agus Tay dimeja hijaukan.
Margriet dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2016.
Sementara Agus Tay, pembantu yang membantu menguburkan Engeline, dihukum 10 tahun penjara dan didenda Rp 1 miliar.
Kasus Engeline menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan anak dari kekerasan dan eksploitasi, terutama di lingkungan keluarga.
Hingga kini, Engeline dikenang sebagai simbol tragis kegagalan sistem perlindungan anak yang seharusnya memastikan kesejahteraan mereka.
Berita ini dirangkum sebagai bentuk penghormatan terhadap keadilan dan hak anak-anak untuk tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang