DENPASAR, KOMPAS.com - Asap putih tipis mengepul dari balik tembok emperan rumah toko di Jalan Setia Budi, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, pada Senin (3/2/2025) malam.
Saat itu, Romli (32), pedagang nasi jinggo, tengah memasak air di atas tungku berbahan kayu bakar.
Dia tidak lagi memasak menggunakan kompor gas karena kesulitan mendapatkan elpiji 3 kilogram dalam beberapa hari terakhir.
"Sudah tiga hari (masak pakai tungku). Karena kemarin saya cari ke mana gasnya kosong," kata dia sembari menjaga tungku apinya tetap menyala, Senin.
Baca juga: Mendag Sebut Larangan Pengecer Jual Elpiji 3 Kg Sudah Tepat
Ia mengaku sudah berupaya mencari elpiji 3 kilogram lintas wilayah, namun tidak juga mendapatkannya.
Ia pun terpaksa menggunakan tungku api untuk sementara waktu agar tetap bisa berjualan.
Biasanya, dia menggunakan kompor gas untuk membuat kopi, mi, dan telur rebus sesuai pesanan para pelanggannya.
Baca juga: Ini Tahapan Pengecer Elpiji Dijadikan Sub Pangkalan, Pembeli Tetap Pakai KTP
Pedagang kecil seperti Romli memang tidak banyak pilihan dalam kondisi seperti ini. Dia tidak punya cukup modal untuk beralih ke elpiji non-subsidi.
Sedangkan, untuk kembali memakai kompor sumbu juga kesulitan mencari minyak tanah.
"Kira-kira solusinya seperti apa, apalagi cari minyak tanah susah dan kayu juga susah. Saya hanya berharap pada gas, kalau ambil kayu juga di pantai kadang tidak dikasih, harus minta izin ke warga," kata dia.
Kondisi serupa juga dialami Retno (34), pedagang martabak di Jalan Sudirman, Kota Denpasar.
Dia mengaku sudah tiga hari tidak bisa berjualan karena kesulitan mendapatkan elpiji 3 kilogram. Bahkan, dia sudah mendatangi beberapa pangkalan elpiji 3 kg dan ikut mengantre berjam-jam, namun tetap saja pulang dengan tangan kosong.
"Tiga hari (tidak berjualan). Tiap ke sini pagi, nanti baru datang sebentar, udah habis (elpiji 3 kilogram ludes terjual setelah pengiriman dari agen)," kata dia saat ditemui di sebuah pangkalan di Jalan Gunung Merapi, Kota Denpasar, Selasa (4/2/2025).