Retno merasa heran dengan kebijakan pemerintah yang melarang elpiji 3 kilogram dijual melalui pengecer.
Sebab, kebijakan itu justru membuat pedagang kecil seperti dirinya kesulitan karena menghabiskan waktu untuk mengantre dan ongkos lainnya.
"Katanya biar harganya stabil, biar di agen harganya murah Rp 20.000. Tapi nyusahin kayak gini, enggak bisa jualan," keluhnya.
Sementara itu, warga lainnya, I Wayan Suinama (61), menilai kebijakan pemerintah tersebut tanpa kajian yang matang.
Menurutnya, kebijakan tersebut akan berjalan dengan baik apabila pemerintah telah menyediakan sarana. Yakni, satu pangkalan elpiji 3 kilogram untuk satu banjar (RT/RW).
"Tiap desa mestinya ada dibuat berapa pangkalan kan gitu, uji coba gitu, jangan seperti ini masyarakat kan susah. Satu desa berapa KK, berapa dibutuhkan pangkalan," kata dia.
Pantauan Kompas.com, sejumlah warga mulai mengantre di sebuah pangkalan elpiji 3 kilogram di Jalan Gunung Merapi, Kota Denpasar, pada Selasa (4/2/2025), sejak pukul 08.00 Wita.
Padahal, pasokan elpiji 3 kilogram di pangkalan tersebut sudah habis terjual pada hari sebelumnya.
Saat ini, mereka menunggu pengiriman elpiji dari agen di pangkalan tersebut yang biasanya baru tiba sekitar pukul 10.00 Wita.
Antrean warga juga terjadi di salah satu pangkalan elpiji 3 kilogram di Monang-maning, Kota Denpasar.
Pangkalan ini hanya menerima pembeli yang telah memesan elpiji 3 kilogram sehari sebelumnya.
Sedangkan, mereka yang antre saat ini untuk mendapatkan nomor pesanan agar bisa membeli elpiji 3 kilogram keesokan harinya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang