DENPASAR, KOMPAS.com - Gubernur Bali, Wayan Koster, memberikan izin kepada masyarakat menggelar tajen sebagai bagian dari tradisi dalam upacara adat.
Namun, Koster menekankan bahwa pelaksanaan tajen yang dilakukan di luar konteks tradisi dan upacara akan dianggap sebagai praktik judi dan dilarang.
"Sepanjang (pelaksanaan) tajen untuk kebutuhan tradisi upacara, itu tidak ada masalah."
"Tapi di luar itu, tajen dilaksanakan di tempat khusus bukan di acara, ya itu masuk kategori judi, ya dilarang," tegas Koster kepada wartawan di Kantor Gubernur Bali, Selasa (1/7/2025).
Baca juga: Ketua Komisi II DPRD Bali Usul Tajen Dilegalkan karena Bisa Jadi Pariwisata Baru
Tajen, yang merupakan bagian dari ritual adat Bali, dikenal juga sebagai Tabuh Rah, yang berarti meneteskan darah ke bumi.
Ritual ini merupakan bagian dari bhuta yadnya, simbol permohonan agar pengaruh negatif (bhuta) tidak mengganggu dan agar manusia terhindar dari marabahaya.
Koster juga menilai bahwa tidak perlu ada peraturan daerah (Perda) yang mengatur pelaksanaan tajen untuk kegiatan tradisi.
"Menurut saya enggak perlu," tambahnya.
Sebelumnya, insiden ricuh terjadi di arena tajen di Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Sabtu (15/06/2025).
Insiden tersebut mengakibatkan seorang pria berinisial KAS, yang merupakan penyelenggara sabung ayam, meninggal dunia akibat luka tusuk.
Baca juga: Pro Kontra Legalisasi Tajen, DPRD Bali Sedang Godok Draft RUU, PHDI Menentangnya
Dalam kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan rekan duel KAS, berinisial IWS, sebagai tersangka.
Polisi menilai insiden tersebut merupakan akibat dari kesalahpahaman antara keduanya yang berujung pada pertengkaran.
IWS dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 ayat (3) KUHP, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang