Editor
KOMPAS.com - Pada tahun 2020, Hari Raya Nyepi tahun baru Caka 1943 jatuh pada Minggu (14/3/2021). Di Bali, perayaan Tahun Baru Saka adalah ritual dan praktik keagamaan.
Dilansir dari Indonesia.go.id, sekalipun sistem kalender ini diadopsi dari India, namun adanya “Hari Hening” ala ritual Nyepi sebagai bentuk perayaan pergantian tahu ternyata hanya dikenal di Indonesia.
Tak hanya di Bali. Nyepi juga dilakukan oleh umat Hindu yang ada di seluruh Tanah Air.
Baca juga: Apa Itu Nyepi dan Mengapa Tidak Boleh Keluar Rumah?
Ritual Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu di Indonesia melewati sejarah yang sangat panjang.
Ritual pergantian Tahun Baru Saka tersebut sudah tercatat di Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca pada abad ke-14.
Di Bali sendiri perayaan Hari Raya Nyepi didasarkan pada petunjuk lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala.
Baca juga: Libur Isra Miraj dan Nyepi, Ganjar Minta ASN dan Warga Jateng di Rumah Saja
Menurut orang Bali, dari sisi teologi atau filsafat agama (tatwa) bicara ritual Nyepi dalam makna “catur bratha penyepian” jelas bersifat wajib dilaksanakan umat Hindu.
Ritus ini bukan hanya dipandang sebagai tradisi turun-temurun belaka, tapi juga termaknai dalam kitab suci Weda.
Dalam Yajur Weda XIX. 30 dinyatakan: “Pratena Diksam Apnoti, Diksaya Apnoti Daksina. Daksina Sradham Apnoti, Sraddhaya Satyam Apyate”.
Artinya, bahwa saat seseorang menjalankan praktik bratha (asketisme), maka ia bisa mencapai diksa, yaitu penyucian diri.
Baca juga: PNS ke Luar Kota Selama Libur Isra Miraj dan Nyepi, Siap-siap Disanksi
Pecalang atau petugas pengamanan adat Bali melintas saat Hari Raya Nyepi tahun Saka 1942 di kawasan Kuta, Badung, Bali, Rabu (25/3/2020). Seluruh kawasan pariwisata, ruas jalan dan objek vital di wilayah Bali yang ramai pada hari biasa, terpantau lengang saat Hari Raya Nyepi karena umat Hindu menjalani catur brata penyepian selama 24 jam hingga Kamis (26/3) pukul 06.00 WITA.Dan melalui sraddha, orang dapat mencapai kebenaran sejati. Demikianlah, kira-kira makna sakral dari ritus Nyepi bagi orang Bali.
Menurut kosmologi orang Bali, alam semesta (makrokosmos) itu terdiri tiga susunan, yakni bhur loka, bhuwah loka, dan swah loka.
Secara common sense ketiga alam ini sering disederhanakan sebagai pengejawantahan alam bawah, alam tengah dan alam atas.
Alam pertama, bhur loka ialah dunia manusia, bhuta kala, dan makhluk halus lainnya.
Baca juga: Ada Libur Isra Miraj dan Nyepi, Anies: Jangan Bepergian ke Luar Kota, Tahan Diri
Meski demikian, pada derajat tertentu Bhuta Kala selalu dipandang lebih rendah daripada manusia.
Bhuta Kala adalah sejenis makhluk halus ciptaan Tuhan yang dapat mengganggu keadaan alam semesta (bhuana agung) maupun diri manusia (bhuana alit).
Alam kedua, bhuah loka adalah dunianya para roh atau leluhur mausia. Sedangkan alam ketiga, swah loka adalah alamnya para Dewa atau Tuhan (Ida Sang Hyang Widi Wasa).
Sementara, bicara rangkaian upacara ritual Nyepi ditemui beberapa tahapan: Melasti, Tawur Kesanga, Nyepi atau Sipeng, dan Ngembak Geni.
Baca juga: Nyepi 2021 di Masa Pandemi, Internet WiFi Hidup, Data Seluler Ponsel Dimatikan
Keseluruhan ritual ini, dari awal hingga akhir, bisa berlangsung sepanjang 5 hari.
Peserta upacara melasti dibatasi maksimal 25 orang. Melasti dilakukan untuk penyucian, baik terhadap masing-masing individu maupun seluruh piranti upacara (pretima) yang dugunakan untuk ritual catur brata penyepian di hari Nyepi.
Melasti biasanya dilakukan di sumber mata air seperti laut, danau, sungai, atau laut.
Sumber ait dianggap sebagai sumber air suci (tirtha amerta) dan dipercaya jika seluruh kecemaran (sarwa mala) bisa dilebur dan disucikan dengan air itu.
Baca juga: Wisata Gunung Bromo Tutup Total Saat Hari Raya Nyepi, 14-15 Maret 2021
Saat itu dilakukanlah upacara Bhuta Yadnya. Ritus ini ialah memberikan persembahan (mecaru) pada Bhuta Kala di alam bawah atau bhur loka.
Tujuan upacara ini ialah menjaga keseimbangan alam semesta (bhuana agung) maupun diri manusia (bhuana alit) dari gangguan Bhuta Kala.
Baca juga: Selama Nyepi, Bali Tanpa Siaran TV, Radio, dan Internet, Ada Sanksi bagi Pelanggar
Pada momen ini dilakukan ritual pangrupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan memukul kentongan hingga gaduh.
Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.
Saat ritual ini, ada ogoh-ogoh yang menjadi bagian dari kekayaan tradisi lokal Bali. Ogoh-ogoh biasanya berwujud seperti raksasa. Mata melotot dan mulut menganga.
Baca juga: Selama Nyepi, Bali Tanpa Siaran TV, Radio, dan Internet, Ada Sanksi bagi Pelanggar
Secara simbolis, ogoh-ogoh ialah manifestasi dari anasir Bhuta Kala dan bhur loka, diarak berkeliling dari satu banjar ke banjar yang lain hingga menjelang matahari terbit.
Setelah diarak, ogoh-ogoh itu dibakar, sebagai simbol Butha Kala sebagai manifestasi dari anasir kegelapan telah dikembalikan di tempat mereka masing-masing.
Dan menjelang matahari terbit di ufuk timur, yaitu pada pinanggal apisan Sasih Kadasa (tanggal satu bulan kesepuluh Kalender Hindu-Bali), tibalah puncak Hari Raya Nyepi sesungguhnya.
Baca juga: Selama Nyepi, Bali Tanpa Siaran TV, Radio, dan Internet, Ada Sanksi bagi Pelanggar
Suasana kawasan wisata terlihat lengang saat Hari Raya Nyepi tahun Saka 1942 di wilayah Kuta, Badung, Bali, Rabu (25/3/2020). Seluruh kawasan pariwisata, ruas jalan dan objek vital di wilayah Bali yang ramai pada hari biasa, terpantau lengang saat Hari Raya Nyepi karena umat Hindu menjalani catur brata penyepian selama 24 jam hingga Kamis (26/3) pukul 06.00 WITA.Dengan ritual Nyepi, masyarakat Bali belajar perihal mengendalikan diri secara total yang dilaksanakan selama 24 jam. Yakni mulai pukul 05.00 sampai pukul 05.00 besok pagi harinya.
Ritus ini terdiri: amati geni yang bermakna tiada api atau penerangan lampu. Artinya berarti manusia tidak boleh mengobarkan api hawa nafsu.
Amati karya yang berarti tidak bekerja atau alias berdiam diri dalam arti sesungguhnya dan tekun mensucikan batin; amati lelungan yang berarti tidak bepergian juga bermakna pikiran tidak mengkhayal ke mana-mana.
Dan amati lelangua yang berarti dilakukan tidak sekadar untuk rekreasi atau menghibur diri.
Bagi mereka yang mampu melaksanakan catur bratha penyepian secara utuh, biasanya disertai dengan upawasa (puasa), mona (tidak berbicara) dan jagra (tidak tidur).
Baca juga: Ini Uniknya Liburan ke Bali Saat Nyepi
Seorang umat Hindu Malang saat melaksanakan Upacara Ngembak Geni di Candi Badut, Kabupaten Malang usai Perayaan Hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1939, Rabu (29/3/2017)Momen ini mengandung makna berakhirnya catur brata penyepian. Mirip momen Idul Fitri bagi umat Muslim di Indonesia.
Pada hari ngembak geni ini masyarakat Hindu akan saling mengunjungi keluarga, kerabat, teman dekat, teman profesi, dan lainnya, untuk saling memaafkan atas segala kesalahan yang telah terjadi sebelumnya.
Baca juga: Bule Dirantai karena Nekat Keluar Saat Nyepi, Ini Penjelasan Polisi
Hari Raya Nyepi ialah momen “Tapa-Yadnya”.
Sebuah momen refleksi, kontemplasi, asketisme, dan meditasi walaupun untuk merayakan momen perayaan pergantian tahun.
Di Bali-Indonesia pergantian Tahun Baru Saka adalah sebuah momen sakral. Hari Hening. Bukan hura-hura, pesta, dan aktivitas sejenis itu lainnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang