Kerukunan antarumat beragama tampak di kawasan sekitar Masjid Agung Asasuttaqwa yang terletak di Kampung Bugis, Desa Adat Tuban, Kuta pada Minggu (10/3) dan Senin (11/03).
Fahrul, salah seorang pengurus masjid, menyebut kerukunan di wilayah tersebut sudah lama terjalin.
“Kita Kampung Bugis ini sudah berdampingan dengan Desa Adat Tuban sejak ratusan tahun yang lalu,” ujar Fahrul.
“Dari jalinan yang sudah terjalin sejak lama itu, akhirnya muncul kesadaran untuk saling menghormati, saling mengerti.”
Saat shalat tarawih berlangsung, takmir dan pengurus masjid menunaikan shalat di Masjid Asasuttaqwa dengan penerangan terbatas dan tidak menggunakan pengeras suara guna menghormati umat Hindu yang juga beribadah. Adapun warga muslim di Kampung Bugis shalat tarawih di rumah masing-masing.
Baca juga: Tutup di Hari Nyepi, Candi Prambanan Dijaga Prajurit Bergodo dan Pasukan Berkuda
“Tidak ada yang dipaksa. Jadi, semua berjalan natural,” ujar Fahrul yang mengatakan warga setempat sudah terbiasa untuk shalat berjemaah di rumah – terutama belajar dari pengalaman pandemi.
Perwakilan dari Desa Adat Tuban, I Gede Agus Suyasa, mengatakan tradisi yang berjalan antara umat Hindu dan Islam di daerahnya sudah “turun temurun, bahkan ratusan tahun”.
“Tidak ada yang berani menentukan siapa yang duluan. Mereka [warga Kampung Bugis pun datang sudah ratusan [yang lalu],” ujar Agus.
“Di Bali bisa dipastikan toleransi itu tinggi,” tegasnya.
Lantas apakah pelaksanaan keamanan Hari Nyepi kali ini lebih diperketat?
Ketua Umum Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama Indonesia, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, yang juga merupakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali, mengatakan media sosial yang cepat dan canggih membuat sering ada pelanggaran dan masalah kecil yang jadi viral dan dibesar-besarkan.
“Seolah-olah masalah besar yang padahal sebenarnya bisa diselesaikan di tingkat desa,” ujarnya.
Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet menjelaskan bahwa Hari Raya Nyepi berbeda dengan hari-hari raya Hindu Bali lainnya, sebab ini “adalah hari raya untuk alam semesta supaya aman, tenang, damai, dan bernapas.”
Baca juga: Melihat Tradisi Perang Api Sambut Nyepi di Bali
“Karena sifatnya yang begitu, maka pada Hari Raya Nyepi, Bali sungguh membutuhkan suasana yang hening, tenang, damai untuk alam semesta. Bandara dan pelabuhan pun harus ditutup [...] dispensasi hanya untuk hal-hal yang bersifat penting atau daruat,” ujarnya.