KOMPAS.com - Bali dikenal memiliki keindahan alam yang memukau, kekayaan tradisi dan budaya, serta keramahan penduduknya.
Tidak heran jika pesona Pulau Bali selalu mampu menarik wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Baca juga: Pecalang, Petugas Keamanan Tradisional yang Disebut Polisi Adat Bali
Sebagai pulau dengan mayoritas penduduk merupakan pemeluk agama Hindu, nilai-nilai yang berkembang tentunya berkembang sejalan dengan kepercayaan yang dianut.
Salah satu manifestasinya dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), yaitu filosofi masyarakat Hindu di Bali dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan sesamanya, manusia dengan alam, dan manusia dengan Sang Pencipta.
Baca juga: Mengenal Banten, Sesajen yang Menjadi Upakara dalam Upacara Adat Bali
Hal ini terwujud dengan adanya berbagai kearifan lokal yang hingga saat ini masih dijaga oleh masyarakat Bali.
Kearifan lokal Bali diterapkan di berbagai aspek kehidupan, yang beberapa diantaranya sudah dikenal luas.
Berikut adalah beberapa contoh kearifan lokal Bali yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber.
Baca juga: Penjor, Simbol Naga Basuki yang Sakral bagi Umat Hindu di Bali
Subak adalah kearifan lokal di Bali berupa sistem pengairan secara tradisional dan menyangkut hukum adat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan air di sawah atau ladang.
Ada pula yang mengartikan subak sebagai perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di persawahan dan diatur oleh seorang pemuka adat yang disebut pekaseh.
Dengan sistem ini, air diatur secara adil dan merata supaya setiap lahan pertanian bisa mendapatkan air dengan adil dan efisien.
Keunikan sistem irigasi subak tercermin pada kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan anggota subak sesuai tahapan pertumbuhan padi.
Sistem yang telah dijalankan selama berabad-abad ini juga disebut sebagai salah satu manifestasi Tri Hita Karana.
Kearifan lokal dalam membangun dan mengelola sistem irigasi yang diwariskan secara turun-temurun ini kemudian diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia pada tahun 2012.
Melasti adalah sebuah upacara dalam agama Hindu yang menjadi bagian dari rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi.
Umumnya tujuan dari upacara Melasti adalah untuk mensucikan diri secara lahir dan batin dengan menggunakan air.
Dalam kepercayaan Hindu, sumber air seperti danau dan laut dianggap sebagai asal tirta amerta atau air kehidupan yang memberikan kehidupan bagi seluruh makhluk hidup, termasuk manusia.
Sehingga upacara Melasti selalu diadakan di tempat-tempat khusus seperti tepi pantai atau tepi danau secara berkelompok atau rombongan.
Melukat juga menjadi ritual pembersihan diri, baik jasmani dan rohani yang kini diminati sebagai pilihan aktivitas wisata spiritual.
Sesuai asal katanya dalam bahasa setempat, Melukat berasal dari kata sulukat yang terbagi menjadi dua suku kata, yaitu su berarti baik dan lukat berarti pembersihan atau penyucian.
Melukat memiliki makna pembersihan secara sekala dan niskala (jasmani dan rohani) baik jiwa dan pikiran manusia sebagai alam terkecil (bhuwana alit) dan alam semesta (bhuwana agung).
Sebagai sarana pembersihan, air yang digunakan dalam ritual Melukat berasal dari alam atau mata air yang disakralkan dan air yang didoakan.
Salah satu tempat yang kerap didatangi wisatawan untuk melakukan Melukat adalah Pura Tirta Empul di Kabupaten Gianyar.
Tumpek Uye atau Tumpek Kandang adalah sebuah ritual yang merupakan bentuk keharmonisan antara manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan, yaitu binatang.
Tumpek Kandang dilakukan setiap enam bulan sekali tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Uye dengan membuat sesembahan atau banten untuk semua jenis binatang, baik binatang ternak, binatang peliharaan, hingga binatang liar.
Upacara Tumpek Kandang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Pasupati atau Sang Hyang Rare Angon sebagai penjaga semua binatang.
Dalam upacara ini, manusia memohon agar semua binatang diberikan keselamatan serta kerahayuan agar mereka tetap dapat memberikan kesejahteraan bagi umat manusia.
Segara Kerthi dalam konsep tata ruang kosmik Hindu adalah anggapan bahwa laut atau samudera adalah sumber alam tempat leburnya semua kekeruhan.
Hal ini menjadikan laut atau samudera harus dilestarikan dan dijaga nilai-nilai kesucian serta keasriannya.
Secara sekala, Segara Kerthi dilaksanakan dengan menjaga kebersihan dan kelestarian kawasan pantai.
Sementara secara niskala, Segara Kerthi dilaksanakan dengan melakukan berbagai upacara yang terkait dengan penyucian laut.
Sumber:
maritim.go.id
distanpangan.baliprov.go.id
desaabiansemal.badungkab.go.id
bali.kemenag.go.id
antaranews.com
tarubali.baliprov.go.id