Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara di Laut Ternyata Bukan Hantu, Cerita Nelayan Selamatkan Korban Tenggelam KMP Tunu Pratama

Kompas.com, 9 Juli 2025, 08:02 WIB
Icha Rastika

Editor

BALI, KOMPAS.com - Seorang nelayan, Lukman (44), menceritakan pengalamannya menemukan korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. 

Atas jasanya membantu penyelamatan korban, Lukman mendapatkan apresiasi dari Pemkab Jembrana pada Selasa (8/7/2024).

Sebanyak 22 orang yang terdiri dari 12 nelayan dan 10 orang relawan, yang membantu proses evakuasi korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, mendapat piagam penghargaan dari Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan.

Lukman tak hanya menemukan penumpang yang masih hidup, ia juga membantu evakuasi korban jiwa dalam tragedi tersebut. 

Ia menemukan para korban di perairan Pantai Pebuahan, Jembrana, Bali pada Kamis (3/7/2025).

Saat itu, Lukman sempat takut karena mendengar suara minta tolong di tengah laut.

Baca juga: Perjuangan Tim Pencarian KRI Fanildo Bawa SSS ke Titik Laka KMP Tunu Pratama Jaya

Ia mengira itu suara gaib atau suara hantu. Ternyata, teriakan itu datang dari korban kapal tenggelam yang berada di tengah lautan.

"Sampai saat ini saya masih merinding," tutur Lukman mengenang proses evakuasi korban KMP Tunu Pratama Jaya di tengah perairan Pantai Pebuahan tersebut.

Lukman begitu semangat ketika menceritakan aksinya bersama rekan nelayan lainnya untuk menyelamatkan korban KMP Tunu Pratama Jaya yang selamat maupun meninggal dunia.

Saat itu, ia tengah melakukan aktivitas seperti biasanya, sekitar pukul 03.30 Wita. 

Ia tengah mencari ikan di perairan selatan Pantai Pebuahan. Ketika sudah mendapat ikan dan hendak pulang, Lukman mendengar teriakan minta tolong dari lautan.

Ia terpaksa menghentikan aktivitas melautnya dan sempat membuang hasil tangkapannya yang baru diperoleh sekitar 2 kilogram ikan.

Nelayan asal Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana tersebut mencari sumber teriakan itu.

Baca juga: Operasi SAR Korban KMP Tunu Pratama Jaya Diperpanjang

Setelah teriakan pertama, muncul lagi teriakan lanjutan. Teriakan berikutnya itu meyakinkan dirinya bahwa suara itu berasal dari manusia.

Ia langsung mencari rekan nelayan lainnya untuk bersama mencari sumber suara.

Tak disangka, ketika mendekati, Lukman mendapati seorang warga yang sedang mengapung dengan jaket pelampung.

Saat itu, terjadi gelombang tinggi yang membuat dirinya kesulitan untuk menggapai lokasi korban. Karena rasa kemanusiaan yang tinggi, ia bersama rekannya melakukan pertolongan.

"Pertama kita menemukan korban yang selamat, menggunakan pelampung. Saya menemukan satu orang dan teman saya juga satu orang," tutur Lukman Hakim setelah menerima apresiasi dan penghargaan.

Setelah itu, ia dan rekannya menyisir perairan ke arah barat. Di perjalanan, dia melihat banyak buah nanas yang mengapung diduga berasal dari salah satu mobil yang ikut tenggelam pada peristiwa nahas tersebut.

Dari sana, rasa penasarannya terus menguat untuk mencari keberadaan korban. Hingga akhirnya, dia menemukan satu korban lagi, tetapi kondisinya sudah meninggal dunia.

Namun begitu, ketika hendak mengevakuasi jenazah tersebut, ia kembali mendengar teriakan minta tolong dari tengah lautan.

Ia memutuskan mencari sumber suara karena di tengah lautan, ada korban yang masih hidup. Ia bergegas ke lokasi titik suara itu dan menemukan korban lainnya.

"Saya tinggal dulu yang itu (meninggal dunia), untuk menyelamatkan korban yang masih hidup," ucap dia. 

Lukman akhirnya menemukan seorang pria yang sedang merangkul ayahnya. Ternyata, ayah korban tersebut sudah meninggal dunia.

Tangan pria itu masuk ke kaus ayahnya karena tidak ingin jenazah ayahnya hilang dihantam gelombang.

"Anaknya menggunakan pelampung, ayahnya tidak dan kondisinya sudah meninggal dunia," kata dia.

Baca juga: KNKT: Penyebab Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya karena Pintu Mesin Terbuka, Air Laut pun Masuk

Tak sampai di sana, Lukman kembali melihat cahaya kelap-kelip yang kemungkinan jadi tanda korban.

Dia balik memutar dan menemukan empat orang lainnya. Kondisinya, tiga orang di antaranya sedang mengitari satu orang yang sudah meninggal dunia.

"Saat itu situasinya gelap, hanya terlihat yang kena senter. Gelap gulita, hanya kelihatan yang di samping," kata dia. 

Lukman menyebutkan, selama 2,5 jam menyisir perairan Pebuahan, ia lantas menuju pesisir.

Di pesisir pantai, ia dibantu nelayan lainnya melakukan evakuasi pertama para korban selamat untuk diarahkan ke rumah warga.

Korban meninggal dunia dievakuasi ke daratan, untuk selanjutnya diidentifikasi dan dievakuasi menuju RSU Negara.

"Ini kewajiban sesama manusia. Jika kita mampu, lebih baik menolong sebisanya," ujar Lukman. 

Dari Pantai Pebuahan, ada 16 orang korban ditemukan selamat dan 5 orang ditemukan meninggal dunia.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul "TERIAKAN Minta Tolong Dikira Suara Hantu, Lukman Temukan Korban Hidup & Mati KMP Tunu Pratama Jaya".

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Bangunan Nuanu yang Disebut Melanggar, Satpol PP Bali: Secara Prinsip Tidak Masalah
Soal Bangunan Nuanu yang Disebut Melanggar, Satpol PP Bali: Secara Prinsip Tidak Masalah
Denpasar
Buat Konten Pakai Mobil Pikap di Bali, Bintang Porno asal Inggris Dijatuhi Pidana Denda Rp 200.000
Buat Konten Pakai Mobil Pikap di Bali, Bintang Porno asal Inggris Dijatuhi Pidana Denda Rp 200.000
Denpasar
Bangunan Investor di Taman Nasional Bali Barat Disegel
Bangunan Investor di Taman Nasional Bali Barat Disegel
Denpasar
Banjir Terjang Karangasem Bali, Puluhan Rumah Warga Terdampak
Banjir Terjang Karangasem Bali, Puluhan Rumah Warga Terdampak
Denpasar
Pansus TRAP Bakal Cek Kembali Nuanu Creative City meski Izin Disebut Lengkap
Pansus TRAP Bakal Cek Kembali Nuanu Creative City meski Izin Disebut Lengkap
Denpasar
Rombongan Pelajar Jepang Curi 40 Baju di Ubud Bali, Aksinya Terekam CCTV
Rombongan Pelajar Jepang Curi 40 Baju di Ubud Bali, Aksinya Terekam CCTV
Denpasar
Lift Kaca di Nusa Penida Belum Dibongkar, Sudah 3 Minggu Sejak Perintah Pembongkaran
Lift Kaca di Nusa Penida Belum Dibongkar, Sudah 3 Minggu Sejak Perintah Pembongkaran
Denpasar
Bintang Porno Asal Inggris Tak Ditahan Meski Langgar Izin Tinggal, Ini Alasan Imigrasi
Bintang Porno Asal Inggris Tak Ditahan Meski Langgar Izin Tinggal, Ini Alasan Imigrasi
Denpasar
Bintang Porno asal Inggris Lenggak-lenggok sambil Isap Lolipop saat Diperiksa Imigrasi
Bintang Porno asal Inggris Lenggak-lenggok sambil Isap Lolipop saat Diperiksa Imigrasi
Denpasar
Bintang Porno Asal Inggris dan 3 Pria WNA Bakal Dideportasi dan Dicekal 10 Tahun
Bintang Porno Asal Inggris dan 3 Pria WNA Bakal Dideportasi dan Dicekal 10 Tahun
Denpasar
Tak Ditemukan Unsur Pornografi, Bintang Porno Dijerat UU Lalu Lintas
Tak Ditemukan Unsur Pornografi, Bintang Porno Dijerat UU Lalu Lintas
Denpasar
Polisi Tak Temukan Unsur Pornografi dalam Konten Bintang Porno Inggris di Bali
Polisi Tak Temukan Unsur Pornografi dalam Konten Bintang Porno Inggris di Bali
Denpasar
Pria di Jembrana Ditangkap Polisi karena Menanam Ganja di Rumah, Bibit Dibeli dari Spanyol
Pria di Jembrana Ditangkap Polisi karena Menanam Ganja di Rumah, Bibit Dibeli dari Spanyol
Denpasar
Angin Puting Beliung Sapu 3 Bangunan di Jembrana, Warga Mengungsi
Angin Puting Beliung Sapu 3 Bangunan di Jembrana, Warga Mengungsi
Denpasar
Banjir Bandang di Crystal Bay Nusa Penida Bali, Aktivitas Wisata Ditutup Sementara
Banjir Bandang di Crystal Bay Nusa Penida Bali, Aktivitas Wisata Ditutup Sementara
Denpasar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau