Editor
Bisa saja ada pihak tertentu yang mendorong legislasi agar sebuah kawasan bisa dialihfungsikan sejak di masa rencana tata ruang.
Pada saat pengurusan perizinan dalam proses pembangunan juga bisa terjadi pelanggaran.
Yang paling umum tentu saja bangunan yang tidak memiliki izin dan sudah terbangun.
Kemudian ada pula kemungkinan manipulasi dalam proses perizinan.
“Pihak-pihak tertentu bisa ‘membantu’ pengurusan izin dengan imbalan tertentu," kata dia.
Baca juga: Tim SAR Duga Ada 1 Keluarga di Mengwi Bali Masih Tertimbun di Reruntuhan Bangunan
Masalah dalam tata ruang ini membawa akibat berkurangnya daerah resapan dan terbangunnya daerah-daerah yang secara tradisional merupakan tempat melintas dan tempat parkirnya air.
"Di daerah tempat perlintasan air, terutama sungai-sungai, terjadi banjir sepanjang alirannya dengan arus air yang deras,” paparnya.
Semakin ke hilir, akumulasi air semakin besar.
Memasuki wilayah perkotaan, air sudah menjadi sangat besar dengan arus yang sangat kuat.
Ini sangat berbahaya karena bisa menghanyutkan bangunan, kendaraan, pohon-pohon dan juga manusia sehingga potensi korban jiwa sangat tinggi.
Di daerah yang merupakan wilayah parkir air akan timbul genangan dalam waktu yang relatif lama.
Baca juga: Keluhan Pengungsi Banjir Bali ke Mensos: Bantuan Sembako Banyak, Tapi Tak Ada Alat Masak
Potensi banjir yang akan semakin sering terjadi dan dalam skala yang semakin besar. Ini didasari oleh ketiadaan proyek besar yang bertujuan mencegah bencana.
Jika dilihat dari program pemerintah, maka terlihat jelas bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi fokus.
Proyek penambahan jalan, proyek transportasi modern, perluasan bandara dan seterusnya lebih menunjukkan ketidakawasan terhadap potensi bencana.
“Alih-alih meningkatkan kewaspadaan, program-program pemerintah tersebut justru lebih banyak menarik minat investasi. Peningkatan minat ini justru meningkatkan potensi bahaya,” ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Banjir Terparah di Bali? Koster Sebut Bukan Alih Fungsi Lahan, Pengamat: Tak Baca Potensi Bencana.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang