DENPASAR, KOMPAS.com - Penolakan warga Bali terhadap organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya kini semakin kencang.
Gubernur Bali, I Wayan Koster pun menegaskan menolak ormas yang berkelakuan seperti preman.
"Bentuknya Ormas, tapi kelakuannya preman. Ini tidak bisa dibiarkan," tegas Koster.
Baca juga: Kapolda Riau: Premanisme dan Ormas Bikin Resah Kami Sikat
Ia menekankan bahwa Bali sudah kuat dengan Adat.
Terlebih sudah ada Sipandu Beradat, sistem keamanan terpadu desa adat yang melibatkan Pecalang.
Apabila lembaga adat dan pecalangnya kuat, Koster tegas mengatakan Bali tak butuh Ormas tambahan.
Apalagi yang kerap membawa agenda tersembunyi.
“Siapa pun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat, akan berhadapan langsung dengan adat dan negara. Jangan anggap enteng kekuatan budaya Bali," kata dia.
Baca juga: Pengamat Pariwisata Sebut Bali Tak Butuh Petugas Keamanan dari Ormas
Koster menegaskan pernyataannya tersebut di Badung, Kamis (8/5/2025).
Baginya persoalan ini bukan semata masalah hidup, tapi pertaruhan masa depan Bali.
Pada periode kepemimpinan pertama, Gubernur Bali I Wayan Koster sebenarnya telah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Bali, Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
Di dalam peraturan tersebut, dijelaskan dengan detail peranan pecalang.
Diketahui bahwa Desa Adat sedikitnya memiliki 8 (delapan) Lembaga Adat.
Di antaranya Paiketan Pamangku, Paiketan Serati, Paiketan Wredha, Pecalang, Yowana Desa Adat, Paiketan Krama Istri Desa Adat, Pasraman, dan Sekaa, serta Lembaga Adat lainnya.
Baca juga: Satgas Premanisme Dibentuk, Ormas yang Berulah Bakal Ditindak Polisi
Pecalang Desa Adat atau Jaga Bhaya Desa Adat merupakan satuan tugas keamanan tradisional Bali yang dibentuk oleh Desa Adat. Tugas pecalang untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah di wewidangan (luas wilayah) Desa Adat.