DENPASAR, KOMPAS.com - Pada usia 82 tahun, Ni Ketut Arini, maestro tari Bali, menunjukkan semangat yang tak pernah pudar.
Mengenakan kebaya kuning cerah dan kamben hijau kecokelatan, Arini tampak energik saat berjalan menuju ruang latihan menari di Sanggar Tari Warini, yang didirikannya pada tahun 1973.
Sanggar tersebut berlokasi di Gang Soka nomor 1, Jalan Kecubung, Denpasar, dan menjadi tempat lahirnya banyak seniman tari.
"Saya melakukan semua dengan hati," ungkap Arini saat ditemui di kediamannya di Denpasar, Rabu (11/6/2025).
Baca juga: UNESCO Tetapkan Tari Bali sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda
Bagi Arini, meneruskan kesenian Bali kepada generasi berikutnya adalah hal yang sangat penting.
Ia percaya bahwa kemampuan tari yang dimilikinya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga harus dibagikan kepada siapa pun yang berminat.
Arini tidak hanya mengajar anak-anak dan murid di Pulau Dewata, tetapi juga warga negara asing yang tertarik dengan budaya Bali.
"Saya sempat diminta beberapa kali bolak-balik mengajar tari ke Jepang," katanya.
Kenangan masa lalu bersama sang guru, Wayan Rindi, menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan kariernya.
"Memang keras, tapi bagi saya sangat bermanfaat," kenangnya.
Arini menceritakan bagaimana dia pernah mengajar di desa-desa, dan nama Sanggar Warini diambil dari gabungan nama sang guru dan dirinya.
Baca juga: Ini 9 Tari Bali yang Ditetapkan UNESCO Jadi Warisan Budaya Dunia Tak Benda
Selain pengaruh dari sang guru, ayahnya, I Wayan Saplug, yang merupakan seorang seniman tabuh, juga berperan besar dalam hidupnya.
Ayahnya mendorongnya untuk belajar menari sejak dini.
Arini masih ingat saat diajak menonton pementasan Gandrung dan selalu meminta untuk diajak menonton pertunjukan tari baru agar bisa mempelajarinya.
"Sekarang tetap mengajar anak-anak. Tapi Sabtu dan Minggu harus istirahat. Olahraga ringan, agar kaki tidak lemah, biar tetap bisa menari," ungkap Arini, yang telah menari sejak usia 4 tahun.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang