KOMPAS.com - Belajar membaca dan menulis aksara Bali memang diajarkan di jenjang pendidikan formal.
Namun tak jarang siswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari aksara Bali.
Padahal oleh Kemendikbud sudah memasukkan aksara Bali dalam program digitalisasi, dengan memasukkannya ke dalam dokumen Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk standar papan ketik, fon dan transliterasi ke Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Melansir dari laman Desa Dalung Kabupaten Badung, sejarah Aksara Bali lekat dengan aksara yang berkembang di India.
Aksara Bali berkembang sejak masuknya Agama Hindu dan Budha dari India ke Indonesia.
Keistimewaannya, aksara ini tak hanya digunakan dalam sastra namun juga lambang suci yang erat dengan ajaran Agama Hindu.
I.B Made Suasta, dkk dalam buku Modernisasi dan Pelestarian Pengembangan Metode dan Teknik Penulisan Aksara Bali (1996) menyebut dari berbagai aksara yang berkembang di India, aksara Dewanagari dan Pallawa adalah yang dibawa masuk ke Indonesia.
Aksara ini kemudian mengalami penyesuaian dan pengembangan hingga menjadi aksara kuno yang dikenal dengan aksara Kawi.
Aksara Kawi ini yang kemudian kerap digunakan dan berkembang menjadi aksara Jawa dan aksara Bali.
Adapun melansir laman merajutindonesia.id, Pemerintahan Provinsi Bali mengatur penggunaan aksara Bali melalui Peraturan Gubernur no. 80 tahun 2018 mewajibkan sekolah, pura, lembaga pemerintahan, dan fasilitas-fasilitas umum untuk menggunakan aksara Bali dalam penulisan plang nama masing-masing.
I.B Made Suasta, dkk dalam buku Modernisasi dan Pelestarian Pengembangan Metode dan Teknik Penulisan Aksara Bali (1996) menjelaskan secara singkat jenis-jenis aksara Bali.
Dalam kehidupan masyarakat bali, dikenal penggunaan aksara berdasar fungsinya yaitu aksara Suci danaksara Biasa.
Aksara Suci digunakan untuk menulis hal-hal terkait keagamaan meliputi aksara Wijaksara dan Modre.
Aksara Biasa adalah jenis huruf yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari meliputi aksara Wreastra dan Swalalita.
Hampir mirip dengan aksara Jawa, aksara Wreastra ini hanya terdiri atas 18 buah aksara yaitu:
ha, na, ca, ra,ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya.
Dari semua 18 aksara tersebut merupakan huruf konsonan.
Sementara untuk huruf vokal, aksara Wreastra mengambil dari aksara Wisarga yang ditambah dengan pangangge.
Aksara vokal tersebut adalah ulu, pepet, taleng, tedong, suku, dan taleng tedong.
Aksara Swalalita memiliki jumlah huruf sebanyak 47 buah.
Aksara ini terdiri atas huruf vokal sebanyak 14 buah dan huruf konsonan sebanyak 3 buah.
Aksara suara atau huruf vokal yaitu A, a, I, i, U, u, E, Ai, O, Au, re, ro, le, dan le.
Berdasar warga aksaranya, masih dibagi menjadi lima yaitu Kantia, Talawia, Musdanya, Dantia, dan Ostia.
Adapun aksara Wijaksara terdiri atas Ongkara, Rwa bhineda, Triaksara, Pancaksara, Panca Brahma, Desaksara, Caturdasaksara, dan Sodasaksara.
Dari sederet aksara tersebut ada sejumlah aksara yang merupakan gabungan dari Aksara Wjaksara seperti Caturaksara, Sodaksara, dan Ekadaksara.
Aksara Modre menjadi aksara yang sulit dibaca karena banyaknya penggunaan pangangge aksara.
Aksara ini juga menggunakan lambang dengan gambar-gambar tertentu.
Pada akhirnya untuk membaca aksara ini merujuk pada petunjuk-petunjuk dan contoh pada lontar Krakah dan Siwa Griguh.
Sumber:
Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.