Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Eka Darmawan Pilih Kelola Sampah Plastik di Bali, Kini Ekspor Produk hingga ke Spanyol

Kompas.com - 19/06/2024, 15:16 WIB
Rachmawati

Editor

Jika butuh ratusan tahun untuk mengurai plastik, ia melanjutkan, artinya daya tahan (durability) plastik sangat kuat.

“Tempatkan durability itu pada tempat yang seharusnya. Contohnya, Anda punya meja yang tidak akan hancur selama ratusan tahun, bukankah itu sebuah investasi?”

Baca juga: Banyak Sampah Bambu hingga Kasur, Kapal Bantuan Coldplay Batal Beroperasi di Sungai Cisadane

Bagi Eka, plastik juga merupakan bukti peradaban manusia. Di masa depan, penggunaan plastik nyaris tak akan bisa dikurangi, kata dia.

“Yang paling mungkin kita lakukan untuk mengubah masalah menjadi peluang adalah tidak menggunakan plastik virgin (murni) atau produk plastik baru.”

Mengedukasi anak-anak

Saat ini ada banyak inisiatif untuk mengatasi sampah plastik di Bali. Namun menurut Eka, yang membedakan Rumah Plastik Mandiri dengan yang lainnya adalah inisiatifnya “tidak seperti apa yang dilakukan swasta pada umumnya, tidak seperti apa yang dilakukan pemerintah pada umumnya.”

Eka yang tergabung dalam Asosiasi Bank Sampah Indonesia (Asobsi), menjelaskan bahwa pada umumnya tidak semua jenis sampah plastik diambil dan diolah oleh swasta dan pemerintah. Namun, di Rumah Plastik Mandiri, semua jenis sampah plastik diterima.

Eka juga menggabungkan skema hulu dan hilir dalam satu titik, yakni transaksi sampah plastik antara masyarakat dengan Rumah Plastik Mandiri, pengolahan, hingga produksi barang bernilai.

“Tidak hanya mengumpulkan dan mengolah sampah plastik saja, saya juga membuat skema bisnisnya. Harapannya, hasil dari bisnis itu bisa membiayai skema sosial dan edukasi yang kami lakukan di hulunya,” papar Eka.

Baca juga: Sampah Menggunung di Pasar Merdeka Bogor, DLH Sebut Truk Pengangkut Sedang Diperbaiki

Edukasi itu yang Eka andalkan untuk mengubah persepsi masyarakat tentang sampah plastik.

"Bagi mereka, sampah plastik ini bisa menjadi tabungan," tambah Eka.

Inisiatif ini awalnya dia bangun dari edukasi pada anak-anak di Desa Petandakan.

“Anak-anak penasaran dengan apa yang saya lakukan. Lalu mereka mulai mengumpulkan sampah dan punya tabungan [dari penjualan sampah plastik].”

“Ketika tabungannya sudah cukup, mereka beli tas, bahkan ada yang beli sepeda. Dari situ ada pembuktian kepada orang tua mereka,” kenang Eka.

“Ketika ada hasilnya, para orang tua akhirnya juga ikut mengumpulkan sampah plastik.”

Baca juga: Ini Provinsi yang Punya TPA Sampah Paling Banyak dan Luas

Kini, edukasi yang Eka lakukan terhadap masyarakat sekitar mulai membuahkan hasil. Eka mengaku sudah jarang melihat pembakaran sampah di desanya.

“Sekarang, orang-orang menumpuk sampah plastiknya di halaman,” tambahnya. Mereka sengaja mengumpulkan sampah untuk dijual kembali.

Delapan tahun menjalani usaha ini, Eka mengaku masih banyak kekurangan, terutama urusan modal.

“Kami tidak dibiayai siapa pun, perkembangan kami lambat. Tapi dengan semua kelemahan yang kami punya, kami dapat bertahan sampai delapan tahun,” tukas Eka.

Meski begitu, Eka berkata masih semangat untuk berkreasi. Dia mengaku belum menemukan batasan kegunaan sampah plastik dalam kehidupan manusia.

Sampah plastik bisa menjadi penolong manusia, juga bisa membunuh manusia. Itu kan pisau bermata dua,” tutup Eka.

Visi ‘radikal’ Indonesia mengelola sampah plastik

Salah satu tim Eka sedang memotong papan plastik untuk dijadikan tempat sampah.BBC Indonesia Salah satu tim Eka sedang memotong papan plastik untuk dijadikan tempat sampah.
Dalam World Economy Forum pada 2020, Menteri Koordinasi Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa pada 2025 mendatang, jika tidak ada langkah yang diambil, maka sampah plastik yang tidak tertampung dan hanyut hingga laut Indonesia dapat mencapai 780.000 ton.

Di Davos, Swiss, itu Luhut kemudian memaparkan rencana pemerintah Indonesia untuk mengatasi polusi sampah plastik dengan “visi yang radikal”.

“Yakni mengurangi kebocoran sampah plastik di laut sebesar 70% dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.

Empat tahun berlalu, Peneliti Sampah Plastik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Reza Cordova mengatakan sampah plastik yang bocor hingga ke laut memang sudah menurun sebesar 37% dari target, atau sekitar 350.000 ton.

“Namun, untuk mengejar target hingga 70% pada 2025 mendatang, Indonesia harus mengurangi sekitar 200.000 ton lagi dalam waktu 1,5 tahun. Apakah itu bisa kita lakukan?” tanya Reza.

Baca juga: Yang Buang Sampah ke Sungai Bukan Saya Saja, yang Lain Juga

Data BRIN pada 2018 menunjukkan jumlah sampah plastik yang hanyut hingga ke lautan mencapai 615.000 ton. Angka itu diperkirakan bertambah sebesar 5% setiap tahunnya.

Langkah yang dilakukan Putu Eka Darmawan, menurut Reza, merupakan contoh inisiatif individu yang secara tidak langsung mendukung visi ambisius pemerintah.

“Sayangnya, dalam hal ini, baru masyarakat secara individual saja yang menjadi ujung tombak untuk pengelolaan sampah, padahal seharusnya pemerintah bisa memimpin lebih dahulu,” tutup Reza.

Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2023 lalu, jumlah sampah yang tidak terkelola mencapai 7,775,279 ton. Sebanyak 18% dari angka itu merupakan sampah plastik yang mencapai hampir 1,4 juta ton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Denpasar Hari Ini Sabtu 29 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Denpasar Hari Ini Sabtu 29 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Denpasar
Jumlah Pengangguran di Buleleng 17.051 Orang, Disnaker Ungkap Penyebabnya

Jumlah Pengangguran di Buleleng 17.051 Orang, Disnaker Ungkap Penyebabnya

Denpasar
Buruh Proyek Tewas Tertimbun Tanah di Tabanan

Buruh Proyek Tewas Tertimbun Tanah di Tabanan

Denpasar
Desa di Bali Ini Beri Beasiswa Pendidikan untuk Warganya yang Miskin

Desa di Bali Ini Beri Beasiswa Pendidikan untuk Warganya yang Miskin

Denpasar
103 WNA Sindikat Internasional Penipuan Daring Sewa Vila Mewah di Tabanan untuk Beraksi

103 WNA Sindikat Internasional Penipuan Daring Sewa Vila Mewah di Tabanan untuk Beraksi

Denpasar
Masa Jabatan Kades Tersangka Narkoba di Buleleng Tetap Diperpanjang

Masa Jabatan Kades Tersangka Narkoba di Buleleng Tetap Diperpanjang

Denpasar
WN Inggris Dirampok di Bali, Kepala Dipukul Balok dan Kamera Dirampas

WN Inggris Dirampok di Bali, Kepala Dipukul Balok dan Kamera Dirampas

Denpasar
WNA Pelanggar Lalu Lintas di Bali Bakal Dideportasi

WNA Pelanggar Lalu Lintas di Bali Bakal Dideportasi

Denpasar
Lolos Pidana, 103 WN Taiwan Terlibat Kasus Penipuan Daring Bakal Dideportasi dari Bali

Lolos Pidana, 103 WN Taiwan Terlibat Kasus Penipuan Daring Bakal Dideportasi dari Bali

Denpasar
103 WN Taiwan yang Diringkus Imigrasi di Bali Ternyata Sindikat Internasional Penipuan Daring

103 WN Taiwan yang Diringkus Imigrasi di Bali Ternyata Sindikat Internasional Penipuan Daring

Denpasar
Prakiraan Cuaca Denpasar Hari Ini Jumat 28 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Denpasar Hari Ini Jumat 28 Juni 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Denpasar
Jaksa Bakal Sita Aset Terdakwa TPPO jika Tak Bayar Restitusi Korban

Jaksa Bakal Sita Aset Terdakwa TPPO jika Tak Bayar Restitusi Korban

Denpasar
Pelaku Wisata Bali Setuju Wisman Tak Bayar Pungutan Disanksi Tipiring

Pelaku Wisata Bali Setuju Wisman Tak Bayar Pungutan Disanksi Tipiring

Denpasar
103 WNA di Bali Ditangkap Imigrasi, Diduga Terlibat Kejahatan Siber

103 WNA di Bali Ditangkap Imigrasi, Diduga Terlibat Kejahatan Siber

Denpasar
Bayi Dibuang ke Laut di Gianyar, Sempat Dimasukkan Jok Motor, Sang Ibu adalah Siswi PKL

Bayi Dibuang ke Laut di Gianyar, Sempat Dimasukkan Jok Motor, Sang Ibu adalah Siswi PKL

Denpasar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com