Jika butuh ratusan tahun untuk mengurai plastik, ia melanjutkan, artinya daya tahan (durability) plastik sangat kuat.
“Tempatkan durability itu pada tempat yang seharusnya. Contohnya, Anda punya meja yang tidak akan hancur selama ratusan tahun, bukankah itu sebuah investasi?”
Baca juga: Banyak Sampah Bambu hingga Kasur, Kapal Bantuan Coldplay Batal Beroperasi di Sungai Cisadane
Bagi Eka, plastik juga merupakan bukti peradaban manusia. Di masa depan, penggunaan plastik nyaris tak akan bisa dikurangi, kata dia.
“Yang paling mungkin kita lakukan untuk mengubah masalah menjadi peluang adalah tidak menggunakan plastik virgin (murni) atau produk plastik baru.”
Saat ini ada banyak inisiatif untuk mengatasi sampah plastik di Bali. Namun menurut Eka, yang membedakan Rumah Plastik Mandiri dengan yang lainnya adalah inisiatifnya “tidak seperti apa yang dilakukan swasta pada umumnya, tidak seperti apa yang dilakukan pemerintah pada umumnya.”
Eka yang tergabung dalam Asosiasi Bank Sampah Indonesia (Asobsi), menjelaskan bahwa pada umumnya tidak semua jenis sampah plastik diambil dan diolah oleh swasta dan pemerintah. Namun, di Rumah Plastik Mandiri, semua jenis sampah plastik diterima.
Eka juga menggabungkan skema hulu dan hilir dalam satu titik, yakni transaksi sampah plastik antara masyarakat dengan Rumah Plastik Mandiri, pengolahan, hingga produksi barang bernilai.
“Tidak hanya mengumpulkan dan mengolah sampah plastik saja, saya juga membuat skema bisnisnya. Harapannya, hasil dari bisnis itu bisa membiayai skema sosial dan edukasi yang kami lakukan di hulunya,” papar Eka.
Baca juga: Sampah Menggunung di Pasar Merdeka Bogor, DLH Sebut Truk Pengangkut Sedang Diperbaiki
Edukasi itu yang Eka andalkan untuk mengubah persepsi masyarakat tentang sampah plastik.
"Bagi mereka, sampah plastik ini bisa menjadi tabungan," tambah Eka.
Inisiatif ini awalnya dia bangun dari edukasi pada anak-anak di Desa Petandakan.
“Anak-anak penasaran dengan apa yang saya lakukan. Lalu mereka mulai mengumpulkan sampah dan punya tabungan [dari penjualan sampah plastik].”
“Ketika tabungannya sudah cukup, mereka beli tas, bahkan ada yang beli sepeda. Dari situ ada pembuktian kepada orang tua mereka,” kenang Eka.
“Ketika ada hasilnya, para orang tua akhirnya juga ikut mengumpulkan sampah plastik.”
Baca juga: Ini Provinsi yang Punya TPA Sampah Paling Banyak dan Luas
Kini, edukasi yang Eka lakukan terhadap masyarakat sekitar mulai membuahkan hasil. Eka mengaku sudah jarang melihat pembakaran sampah di desanya.
“Sekarang, orang-orang menumpuk sampah plastiknya di halaman,” tambahnya. Mereka sengaja mengumpulkan sampah untuk dijual kembali.
Delapan tahun menjalani usaha ini, Eka mengaku masih banyak kekurangan, terutama urusan modal.
“Kami tidak dibiayai siapa pun, perkembangan kami lambat. Tapi dengan semua kelemahan yang kami punya, kami dapat bertahan sampai delapan tahun,” tukas Eka.
Meski begitu, Eka berkata masih semangat untuk berkreasi. Dia mengaku belum menemukan batasan kegunaan sampah plastik dalam kehidupan manusia.
“Sampah plastik bisa menjadi penolong manusia, juga bisa membunuh manusia. Itu kan pisau bermata dua,” tutup Eka.
Di Davos, Swiss, itu Luhut kemudian memaparkan rencana pemerintah Indonesia untuk mengatasi polusi sampah plastik dengan “visi yang radikal”.
“Yakni mengurangi kebocoran sampah plastik di laut sebesar 70% dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Empat tahun berlalu, Peneliti Sampah Plastik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Reza Cordova mengatakan sampah plastik yang bocor hingga ke laut memang sudah menurun sebesar 37% dari target, atau sekitar 350.000 ton.
“Namun, untuk mengejar target hingga 70% pada 2025 mendatang, Indonesia harus mengurangi sekitar 200.000 ton lagi dalam waktu 1,5 tahun. Apakah itu bisa kita lakukan?” tanya Reza.
Baca juga: Yang Buang Sampah ke Sungai Bukan Saya Saja, yang Lain Juga
Data BRIN pada 2018 menunjukkan jumlah sampah plastik yang hanyut hingga ke lautan mencapai 615.000 ton. Angka itu diperkirakan bertambah sebesar 5% setiap tahunnya.
Langkah yang dilakukan Putu Eka Darmawan, menurut Reza, merupakan contoh inisiatif individu yang secara tidak langsung mendukung visi ambisius pemerintah.
“Sayangnya, dalam hal ini, baru masyarakat secara individual saja yang menjadi ujung tombak untuk pengelolaan sampah, padahal seharusnya pemerintah bisa memimpin lebih dahulu,” tutup Reza.
Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2023 lalu, jumlah sampah yang tidak terkelola mencapai 7,775,279 ton. Sebanyak 18% dari angka itu merupakan sampah plastik yang mencapai hampir 1,4 juta ton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.