Baginya, menjadi aktivis lingkungan bukan untuk mencari popularitas apalagi uang.
"Saya punya motto agak berbeda dengan apa yang sering dielukan. Sejahtera dulu baru kita ngurus lingkungan," kata dia.
Baca juga: Gubernur Koster: Saya Minta Produksi Air Minum Kemasan di Bawah 1 Liter Disetop
Dolpin mengaku kegiatannya ini juga tidak luput beberapa tantangan.
Bahkan, sejumlah warga juga sempat menolak terlibat karena kegiatannya dianggap hanya untuk mencari simpatisan partai politik.
Namun, suara-suara cibiran itu lambat laun menghilang karena melihat Dolpin tanpa henti terjun langsung menanam mangrove dan membersihkan sampah di sungai tersebut.
Saat ini, hutan mangrove di kawasan tersebut semakin luas dan dipadati beberapa satwa serta bebas dari pembalakan liar karena sering diawasi masyarakat setempat.
Tak hanya itu, bantaran sungai tersebut juga ditanami berbagai macam pohon yang buahnya biasanya digunakan untuk upacara keagamaan di Bali.
"Ketika kami melakukan kegiatan lingkungan di kawasan muara tukad Mati, itu hutan mangrove yang kami selamatkan yaitu sekitar 12 hektare, sekarang sudah hampir mendekati sekitar 25 hektare," kata dia.
Dolpin tak mengelak bahwa kawasan Kuta dan sekitarnya beberapa waktu belakangan kerap terjadi banjir saat musim hujan.
Namun, biang kerok kejadian itu bukan karena sungai Tukad Mati mampet oleh sampah, tetapi kerena adanya alih fungsi lahan di area yang dulu menjadi serapan air.
Perjuangan Dolpin belum selesai. Kegigihannya menyuarakan tentang kebersihan sungai dan menjaga kelesatrian alam juga menyebar di sejumlah daerah di Pulau Dewata.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang