DENPASAR, KOMPAS.com – Dua ruko di Pasar Badung, Denpasar, yang ambruk akibat banjir bandang Bali, kini telah kosong dan rata dengan tanah.
Pantauan Kompas.com, Selasa (7/10/2025) sore, ruko lain yang terletak di sebelah kanan dan kirinya, masih berdiri tegak.
Tepat di sebelah ruko yang ambruk itu adalah toko emas. Letaknya di ujung Jalan Sulawesi dan juga dibangun bersebelahan dengan sungai.
Toko emas itu masih beroperasional seperti biasa.
Baca juga: BMKG Ingatkan Banjir Rob di Pesisir Bali Mulai Besok
Sementara dua ruko yang ambruk menjual tekstil dan saat banjir bandang terjadi, kain-kain yang ada di dalamnya hanyut.
Pada dinding luar toko emas itu terlihat bopeng, sisa pembongkaran dinding ruko yang ambruk.
Selain itu, fasilitas di sepanjang Sungai Badung belum sepenuhnya diperbaiki.
Masih terlihat beberapa bagian yang rusak akibat banjir pada 10 September 2025 lalu.
Namun operasional di Pasar Badung perlahan sudah mulai hidup kembali.
Baca juga: Viral Pembabatan Hutan di Bali Utara, Kesatuan Pengelolaan Hutan Beri Penjelasan
Gubernur Bali, I Wayan Koster sebelumnya menyebut bahwa pemukiman dan toko-toko yang ada di pinggir Tukad Badung sudah ada sejak lama, sekitar 50 tahun yang lalu.
Menurutnya saat itu belum ada aturan terkait Tata Ruang.
Dia mengakui bahwa ada banyak bangunan tempat tinggal di pinggir Tukad Badung, Kota Denpasar, yang tergolong padat dan melanggar tata ruang.
"Yang sudah terbangun sekitar 50 tahun yang lalu dan saat itu Bali belum memiliki tata ruang," kata Koster.
Dia pun berjanji akan melakukan pembenahan sehingga peristiwa serupa tidak terulang lagi ke depannya.
Area Pasar Badung memang termasuk yang mengalami kerusakan paling parah akibat banjir bandang di Bali. Bencana yang tak pernah terjadi dalam 70 tahun terakhir.
Baca juga: Aksi Heroik Nelayan di Gilimanuk Bali Selamatkan Penumpang Kapal yang Jatuh ke Laut
Seorang pedagang sayur di Pasar Badung, Nengah Sariani, juga sangat terkejut dengan apa yang dialaminya saat itu. Perempuan asal Kabupaten Karangasem itu sudah 21 tahun berjualan dan belum pernah mengalami bencana seperti itu.
"Saya seperti dikepung, dijebak oleh air," kata dia.
Pedagang yang lain juga menuturkan hal yang sama. Mereka merasa air datang begitu cepat, entah dari mana.
Seketika saja genangan air yang awalnya hanya setinggi mata kaki, semakin tinggi dan menghanyutkan barang-barang.
Pada banjir-banjir sebelumnya, apabila genangan air sampai setinggi mata kaki, biasanya akan cepat surut dan mengering.
Karenanya, mereka hanya menunggu dan tak lari menyelamatkan diri.
"Jadi pedagang-pedagang yang sudah tua, tidak mau lari saat kami teriak. Mereka pikir akan surut seperti dulu. Kasihan, mereka hanyut, tak sempat lari," tambah Sariani.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang