Sikap raja itu dianggap membangkang, tidak menuruti perintah Belanda dan karena itu perlu ditindak.
Baca juga: Belanda Serahkan Tombak dan Keris Pusaka Jaman Perang Puputan Klungkung
Pada 1905, Belanda mulai melakukan blokade di pantai sanur, yang menimbulkan banyak kerugian di pihak Badung.
Karena tidak merasa bersalah, raja menuntut balik, menuntut kerugian kepada pemerintah Belanda.
Diplomasi antara raja dan Belanda gagal. Belanda menurunkan pasukan tempur di Bali.
Pada 15 September 1906, pasukan Belanda mulai bergerak menekan desa-desa Badung, seperti Sanur, Kesiman, Sanglah, dan lainnya di datangi pasukan dan ditakut-takuti.
Situasi semakin tegang, Belanda semakin memanas dan menghambur tembakan ke desa-desa yang dilewati.
Dalam keadaan kritis, Belanda menggunakan pula kesempatan untuk memecah belah.
Di Puri Kesiman, benteng terpenting Kerajaan Badung terjadi intrik, peristiwa chaos. Seorang Raja tua ( I Gusti Ngurah Gde Kesiman) terbunuh yang dipandang sebagai akibat penyusupan campur tangan Belanda.
Pada 19 Septemebr 1906, sehari sebelum puputan, di Puri Denpasar dilaksanakan pelabon atas layon (mayat) raja yang belum diaben.
Pelabon atas layon almarhum Raja I Gusti Ngurah Gde Denpasar, yang selama empat tahun disimpan di istana.
Baca juga: Mengulang Perang Puputan di Rowo Bayu Banyuwangi
Di saat pelabon, keluarga Puri Denpasar juga melakukan upacara jaya-jaya untuk keselamatan raja dan rakyat.
Di sana, raja memberikan wejangan pada rakyat yang meminta rakyat dan keluarganya pulang. Karena yang dicari Belanda adalah raja.
Namun, rakyat menolak wejangan raja. Mereka akan ikut mati bersama raja.
Peristiwa puncak terjadinya Perang Puputan pada Kamis, 20 September 1906. Dengan pakaian putih-putih, seluruh rakyat turun ke jalan mengikuti raja ke luar puri.
Perang Puputan dilakukan secara membabi buta dan seisi kerajaan hancur.
I Gusti Ngurah Made Agung, dia adalah raja terakhir Kerajaan Badung. Ia tidak mau mengganti rugi atas laporan saudara Cina tentang hartanya yang hilang saat kapalnya terdampar di pantai sanur.
Raja Badung membela rakyatnya yang dituduh mengambil harta saudagar Cina. Ia juga meminta rakyatnya tidak ikut dalam Perang Puputan, namun permintaan tersebut ditolak rakyatnya.
Sumber: Karya Ilmiah, Aktualisasi Nilai-nilai 'Puputan' dalam Pembangungan Karakter Bangsa oleh I Gde Parimartha
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.