Dalam pertikaian yang panjang itu, Suku Saka berhasil keluar sebagai pemenang di bawah Raja Kanishkha I.
Rupanya, perjuangan Suku Saka setelah menang tidak berorientasi sebagai penguasa.
Mereka justru merangkul suku-suku lain dengan mengambil puncak kebudayaan suku lain untuk dijadikan kebudayaan kerajaan.
Hingga pada tahun 78 Masehi, Raja Kanishkha I menetapkan sistem kalender Saka sebagai kalender resmi kerajaan.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 1 (satu hari sesudah Tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka.
Tanggal tersebut bertepatan dengan bulan Maret Tahun 78 Masehi.
Sejak penetapan Tahun Saka itu, suku bangsa di India saling menguatkan dalam toleransi.
Mereka bersatu-padu dalam membangun masyarakat sejahtera atau Dharma Siddi Yatra.
Akibat dari persatuan itu, ajaran Hindu pun dapat disebarluaskan ke seluruh dunia, hingga mencapai wilayah Nusantara di abad ke-4 Masehi.
Masuknya ajaran agama Hindu ke Nusantara turut diiringi dengan sistem kalender Saka.
Dalam catatan sejarah, sistem kalender Saka di Nusantara dibawa oleh seorang pendeta bernama Aji Skaa.
Pendeta Aji saka ini merupakan keturunan bangsa Saka dari Kshtrapa Gujarat.
Aji Saka tiba di Pulau Jawa dan mendarat di Desa Waru, rembang pada tahun 456 Masehi.
Sejak saat itu, penggunaan kalender Saka terus mengalami perkembangan di Nusantara.
Pada masa Kerajaan Majapahit, peringatan Tahun Baru Saka dilakukan besar-besaran, dengan melibatkan sleuruh unsur kerajaan.