Editor
Seluruh kepala desa, prajurit, cendekiawan, Pendeta Siwa, Budha, dan Raja tampak hadir dalam peringatan tahun baru ini di alun-alun Majapahit.
Meski Islam menyebar dan menguasai Tanah Jawa, namun penggunaan kalender Saka tidak benar-benar dihapus.
Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Mataram Islam memodifikasi sistem ini dari perhitungan matahari menjadi perhitungan bulan.
Perubahan perhitungan bertujuan agar sesuai dengan peringatan hari-hari besar Islam.
Sementara secara angka tahun, Sultan Agung melanjutkan dan tidak memulai baru.
Di Bali, Tahun Baru Saka dirayakan dengan Nyepi yang dilakukan pada Sasih Kesanga setiap tahun.
Perayaan Nyepi ini dilakukan dengan sejumlah upacara sebelumnya, seperti upacara Melasti dan Tawur.
Saat puncak Nyepi, masyarakat Hindu Bali akan berdiam di rumah dan tidak melakukan kegiatan seperti biasa.
Semua aktivitas publik akan dihentikan kecuali pelayanan kesehatan.
Dalam kondisi Nyepi ini, masyarakat Hindu Bali akan melakukan catur brata penyepian selama 24 jam.
Dijelaskan, dalam Nyepi ini manusia diminta untuk mengevaluasi diri terkait yang sudah dilakukan.
Catur brata sendiri dilakukan dengan amati geni atau mematikan api, amati karya atau tidak bekerja, amati lelungan atau tidak bepergian, dan amati lelanguan atau tidak bersenang-senang.
Dengan demikian, alasan masyarakat tidak boleh keluar rumah saat Nyepi adalah untuk instrospeksi diri.
Diharapkan, dengan instrospeksi itu akan menyucikan jiwa dan alam semesta dari aspek negatif.
Sumber:
Kompas.com
Tribunnews.com
https://gerokgak.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/31-sejarah-tahun-saka