BULELENG, KOMPAS.com - Sejumlah sopir truk angkutan barang mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Rabu (16/3/2022).
Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan terkait aturan over dimension dan over load (ODOL).
Salah satunya, mereka meminta pemerintah pusat merevisi UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dengan memperhatikan sejumlah aspek.
Jika aturan ODOL ini diterapkan, maka para sopir itu meminta agar pihak perusahaan dan pengguna jasa menaikkan tarif angkut. Sebab aturan tersebut dinilai memberatkan bagi sopir truk.
Baca juga: Pekerja Migran Asal Buleleng Terkatung-katung di Turki, Polisi Turun Tangan
"Pemberlakuan UU ini akan berdampak kenaikan harga secara otomatis. Karena barang yang kami bawa dibatasi," ujar perwakilan sopir, Gede Sudarsana Udayana.
Menurutnya, fokus persolan para sopir angkutan logistik hanya soal jumlah muatan. Mereka sebelumnya menambah muatan untuk menutupi biaya operasional.
Dengan adanya aturan ODOL ini, pihaknya diatur hanya dapat mengangkut muatan 5 ton. Pengguna jasa hanya memberikan ongkos angkut rata-rata Rp 200.000 per ton.
Sedangkan para sopir harus menanggung sendiri ongkos bahan bakar, hingga ongkos penyeberangan Gilimanuk-Ketapang.
Baca juga: Loka POM Buleleng Musnahkan Ribuan Barang Sitaan, Ada Kosmetik hingga Obat Kuat
Kata Udayana, untuk pengiriman barang dari Surabaya ke Bali, biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan mencapai Rp 900.000.
Tak hanya itu, sopir masih harus membayar tarif penyeberangan Gilimanuk-Ketapang pulang pergi sebesar Rp 550.000.
"Saya jadinya tidak mendapatkan untung. Anak istri tidak bisa makan," keluhnya.
Dia berharap, aspirasi para sopir ini dapat disampaikan oleh DPRD Buleleng kepada pemerintah pusat dan DPR RI.
"Kami sebenarnya sangat setuju dengan peraturan ini. Demi keselamatan kami di jalan. Tapi tolong dipikirkan juga soal tarif angkut kami," katanya.